18 Mei 2017

Kabayan dan Lintah Darat, Jawa Barat

Berikut cerita rakyat Jawa Barat mengisahkan tentang Si Kabayan dan lintah darat. 

Si Kabayan berjalan mondar-mandir di rumahnya karena gelisah hari itu rentenir akan datang menagih hutang. Ia tidak punya uang untuk membayar cicilan hutangnya hari itu. Dan jika ia tidak membayar cicilan hari itu, tentu saja si rentenir kurang ajar itu akan menaikkan bunga pinjaman seenak perutnya. Pinjaman pokoknya belum terbayar, tiap nyicil cuma habis buat bayar bunganya. Si Kabayan menyesal telah meminjam uang kepada rentenir, namun saat itu ia terpaksa meminjam karena sangat membutuhkan uang. 
Kabayan dan Lintah Darat

“Kurang ajar betul si rentenir. Dia tidak perduli dengan ajaran Islam yang mengharamkan riba. Siksa neraka saja dia tidak takut apalagi sama kita. Dia tidak takut api neraka, malah membuat neraka buat orang lain,” gumam Kabayan.

Si Kabayan kemudian teringat percakapannya dengan Abah mertuanya, “Dengar Kabayan, seberani-beraninya manusia, percayalah dia selalu dibayangi oleh rasa takut. Berani dan takut itu merupakan dua sifat yang menempel dalam jiwa setiap manusia. Juga dalam jiwa si lintah darat kamu itu. Walaupun dia berani menentang larangan agama, dia pasti punya rasa takut akan sesuatu, yang entah apa, harus kamu cari dan ketahui, Kabayan.”

Muncul ide cemerlang Si Kabayan setelah teringat nasehat mertuanya itu. 

Ia pun memberitahukan rencananya kepada istrinya Nyi Iteung. 

Mendengar rencana suaminya, Nyi Iteung tertawa cekikikan. 

Mereka kemudian mulai menjalankan rencananya. 

Nyi Iteung memandikan si Kabayan dengan seember air tuak. 

Kemudian si Kabayan berguling-guling di atas hamparan kapuk sehingga seluruh badannya menjadi putih karena kapuk-kapuk yang menempel. 

Wajahnya mengenakan topeng Si Cepot berwarna merah. 

Kabayan kemudian masuk ke dalam sebuah kurungan ayam yang diatasnya ditutupi sehelai kain.

Tidak lama kemudian si rentenir datang ke rumah Kabayan untuk menagih hutang. 

Setelah mengetuk pintu, Nyi Iteung membukakan pintu dan mempersilahkan si rentenir masuk rumah.

"Kang Kabayan tidak ada di rumah, Tuan, jadi belum bisa bayar hutang hari ini. Lain kali saja Tuan," kata Si Iteung.

"Lho! Tidak bisa begitu! Ke mana dia? Dia kan tahu, saya akan datang untuk menagih hutang. Ke mana dia pergi?! Enak betul Si Kabayan, berani pinjam uang eh...giliran ditagih malah menghindar terus," kata si rentenir.

"Kang Kabayan sedang menghadap kepala polisi, Tuan? Mau melaporkan bahwa dia baru menangkap seekor burung yang aneh. Burung itu akan diserahkan ke pak polisi. Itu burung anehnya ada di dalam kurungan ayam.“

"Aneh bagaimana? Saya mau lihat mana?" Lintah darat itu ingin melihatnya. Tapi Si Iteung segera melarangnya.

"Jangan Tuan! Jangan! Tuan besar kepala polisi sudah memerintahkan kami bahwa burung ajaib itu tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain sebelum beliau melihatnya." kata Nyi Iteung.

Tapi si rentenir yang merasa penasaran tidak perduli. 

Lalu kurungan ayam itu diangkatnya. 

Tapi begitu diangkat kurungannya, Si Kabayan yang badannya penuh kapuk itu lari sambil mengepak-ngepakkan kedua belah tangannya seperti burung mengepak-ngepakkan sayapnya. 

Si Kabayan berteriak-teriak, “Wek wek wek wek! Barakataktak -botak!” Lalu menghilang. 

Si Kabayan sebenarnya lari ke belakang rumah dan bersembunyi di balik pepohonan sambil mengamati si rentenir dari jauh.

"Aduh, Tuan! Burungnya jadi kabur hilang." kata Si Iteung sambil pura-pura menangis. "Aduh! Apa nanti kata pak kepala polisi?! Tuan harus menangkap kembali burung ajaib tadi. Kalau tidak, bisa-bisa Tuan nanti dipenjara oleh pak polisi karena telah menghilangkan burung ajaib itu.” 

Dan Si Iteung pura-pura nangis lagi, melolong-lolong.

Mendengar tangisan Si Iteung itu, si rentenir merasa ketakutan, wajahnya berubah pucat pasi. 

Ia sangat takut kalau harus ditangkap polisi dan hidup di balik jeruji besi. 

Dengan gemetaran si rentenir berkata, “Jangan Nyi Iteung, jangan laporkan saya ke Pak Polisi. Bilang saja burung ajaibnya kabur sendiri. Sebagai gantinya hutang Kang Kabayan saya anggap lunas.” 

Setelah mengucapkan kata-kata itu, si rentenir kemudian lari terbirit-birit.

Melihat itu, Si Kabayan segera keluar dari tempat persembunyiannya. 

Bersama Nyi Iteung, mereka tertawa terbahak-bahak melihat si rentenir ketakutan. 

Mereka juga senang karena hutang Si Kabayan telah dianggap lunas.


Referensi:
  1. Mihardja, Achdiat K. 1997. Si Kabayan, Manusia Lucu, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Baca juga cerita rakyat Jawa Barat lainnya:

    3 komentar: