Di sebuah desa, hiduplah seorang ibu yang tinggal bersama anak gadisnya. Sang ibu merasa kesal dengan anak gadisnya yang sangat pemalas. Ia tidak mamu membantu ibunya untuk menenun kain. Suatu ketika, kesabaran sang ibu sudah hilang. Anak gadisnya selalu menolah untuk menenun. Sang ibu marah hingga memukuli anak gadisnya sampai menjerit kesakitan.
Pada saat yang bersamaan, sang ratu berjalan-jalan meninjau desa dan lewat di depan rumah ibu dan anak itu.
“Apa yang terjadi ?, mengapa anakmu menangis ?” tanya sang ratu.
Sang ibu terkejut dan malu jika mengakui anaknya adalah gadis yang pemalas.
“Begini ratu, anak saya sangat rajin menenun. Saya tidak bisa menghentikan kegemarannya menenun. Saya orang miskin dan tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk membeli bahan-bahan untuk menenun,” kata sang ibu.
Ratu berkata “Kalau begitu, anakmu ikut saja denganku. Aku akan membawanya ke istana. Di sana tersedia banyak sekali bahan terbaik untuk menenun, dan mesin penenun. Dia bisa menenun sepuasnya di istana.”
Ratu akhirnya membawa gadis tersebut ke istana. Di loteng istana, ratu menunjukan tiga ruangan yang berisi penuh dengan rami dan bahan-bahan tenun berkualitas baik.
“Kau harus menenun semua bahan-bahan ini menjadi kain yang sangat indah. Jika berhasil melakukan semuanya, kau akan aku nikahkan dengan putra mahkota,” jawab Ratu sambil meninggalkan ruangan tersebut.
Gadis itu bingung sekaligus ketakutan. Ia tidak bisa sama sekali menenun dan tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Esoknya, dia sama sekali belum berhasil membuat kain tenun yang indah. Dia tambah gelisah dan ketakutan.
Gadis tersebut pergi ke luar istana untuk mencari udara segar. Namun ia tetap risau dengan pekerjaannya. Dia duduk termenung di sebuah bangku. Tak lama lewatlah tiga orang perempuan. Perempuan pertama memiliki kaki yang lebar. Perempuan kedua memiliki bibir yang menggantung sampai dagu. Perempuan ketiga mempunyai ibu jari yang lebar.
Mereka bertanya kepada gadis tersebut “Apa yang kau risaukan, anak muda ?”.
Gadis tersebut menceritakan permasalahan yang dialaminya. Ternyata ketiga perempuan itu adalah penenun. Mereka bersedia membantu gadis itu dengan beberapa persyaratan.
"Baiklah kami bersedia membantumu. Namun ada syaratnya, kau harus mengundang kami ke pesta pernikahanmu dan mengakui kami sebagai sanak saudaramu, kami duduk semeja denganmu dan putra mahkota saat penjamuan makan,” ujar salah satu dari mereka.
“Baiklah, saya setuju” kata gadis itu lega.
“Tenanglah, kami akan mengerjakannya dengan sangat cepat,” ujar mereka bertiga.
Ketiga perempuan itu lalu memasuki istana. Sang gadis berkata kepada pengawal istana bahwa tiga perempuan itu adalah saudaranya. Ketika di loteng istana, ketiga perempuan itu mulai bekerja dengan penuh semangat dan cepat. Perempuan pertama bertugas menarik benang dan menggerakan tuas-tuas alat pemintal dengan kaki-kakinya. Perempuan kedua bertugas membasahi benang agar dapat masuk ke dalam jarum. Sementara perempuan ketiga, bertugas memilin dan meratakan benang di atas meja dengan ibu jarinya. Mereka bekerja sangat terampil, cekatan da teliti. Dalam waktu singkat, kain0-kain tenun yang indah dapat selesai hingga memenuhi ruangan loteng istana.
Akhirnya, pada suatu ketika, ratu datang menengok hasil kain yang dikerjakan oleh sang gadis. Gadis itu menyembunyikan ketiga penenun tadi. Ratu tercegang melihat kain-kain tenun yang indah.
“Kau sangat pandai sekali menenun, kain ini sangat indah, teruskanlah pekerjaanmu,” ujar ratu dengan tersenyum.
Dalam waktu singkat, bahan-bahan tenunan itu berubah menjadi kain tenun yang sangat indah. Ketiga perempuan itu sukses membuat kain tenun yang sangat indah. Ketiga perempuan itu pamit dari istana.
“Jangan lupa akan janjimu, percayalah semua kan menjadi kebaikan untukmu,” ujar salah satu dari mereka kepada gadis itu.
Ratu menepati janjinya. Gadis itu dinikahkan dengan putra mahkota. Ketika akan datang perjamuan makan malam. Gadis tersebut meminta kepada suaminya untuk mengundang saudara-saudara sepupunya. Akhirnya putra mahkota mengizinkan permintaan istrinya.
Ketiga perempuan itu akhirnya datang memenuhi undangan pernikahan dan duduk satu meja dengan kedua pengantin. Melihat rupa ketiga penenun, sang pangeran bertanya kepada istrinya.
“Mengapa kaki perempuan itu lebar dan rata ?” tanya sang pangeran.
Istrinya menjawab “Mereka bertiga adalah penenun. Wanita yang berkaki lebar karena terlalu sering menekan tuas-tuas alat pemintal."
“Lalu kenapa perempuan kedua bibirnya panjang ?” tanya sang pangeran.
“Karena ia terlalu sering membasahi benang dengan lidahnya, agar mudah masuk ke dalam jarum,” jawab sang istri.
“Lalu perempuan yang ketiga ?” tanya pangeran lagi.
“Karena ia setiap waktu memilin benang dan meratakannya dengan ibu jarinya,” jawab sang mempelai wanita.
Putra mahkota terkejut mendengar cerita istrinya. Akhirnya putra mahkota melarang istrinya untuk menenun. Ia tidak ingin istrinya berubah wujud seperti ketiga sepupunya.
Pesan dari cerita :
Apabila berjanji, kita harus menepatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar