06 September 2014

Cerita Rakyat Sangkuriang, Jawa Barat

Konon dahulu kala, ada seekor babi hutan tengah kehausan. Di tengah hutan, babi tersebut melihat air tertampung di sebuah daun keladi hutan. Diminumnya air tersebut karena sudah merasa kehausan. Tanpa disadarinya, ternyata air tersebut adalah air seni Raja Sungging Perbangkara. Ia adalah seorang raja yang terkenal sakti mandraguna. 
Cerita Rakyat Sangkuriang, Jawa Barat

Cerita Rakyat Sangkuriang

Karena meminum air seni raja sakti, si babi hutan menjadi hamil. 

Sembilan bulan kemudian ia melahirkan seorang anak manusia berjenis kelamin perempuan.

Kelahiran Dayang Sumbi

Raja Sungging Perbangkara diberitahu oleh rakyatnya bahwa ada seekor babi hutan melahirkan anak manusia berjenis kelamin perempuan. 

Raja Perbangkara segera menyadari bahwa babi tersebut pasti telah meminum air seninya. 

Ia segera pergi ke hutan untuk mencari si babi hutan. 

Setelah ia temukan si bayi perempuan, ia kemudian membawanya pulang ke istana kerajaan. 

Sang Raja memberinya nama Dayang Sumbi.

“Ah ini ternyata bayi perempuan yang cantik. Aku akan membawanya ke kerajaan. Aku beri nama bayi ini Dayang Sumbi.” kata raja Sungging.

Waktu cepat berlalu, Dayang Sumbi tumbuh menjadi seorang gadis cantik jelita. 

Banyak para bangsawan, raja, dan pangeran berlomba ingin mempersunting Dayang Sumbi. 

Namun semua pinangan tersebut ditolak dengan halus oleh Dayang Sumbi. 

Ternyata penolakan tersebut justru menimbulkan peperangan diantara para pria yang melamarnya. 

Hal tersebut membuat Dayang Sumbi menjadi sedih. 

Karena merasa sedih, Dayang Sumbi kemudian meminta izin ayahnya, Raja Sungging Perbangkara untuk mengasingkan diri.

“Ayahanda, Sumbi belum berniat untuk menikah. Telah banyak para pria melamarku tapi Sumbi menolaknya. Akibatnya terjadi banyak peperangan. Sumbi merasa sedih Ayah! Sumbi meminta izin untuk mengasingkan diri.” kata Dayang Sumbi.

Raja Sungging Perbangkara akhirnya mengizinkan Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit. 

Raja Perbangkara memberikan seekor anjing jantan bernama Tumang untuk menemani Dayang Sumbi.

“Baiklah jika itu keinginanmu. Ananda boleh mengasingkan diri ke bukit yang sunyi. Bawalah si Tumang untuk menemani hari-harimu.” Raja Sungging mengizinkan.

Dayang Sumbi Menikah Dengan Tumang

Selama di pengasingan, Dayang Sumbi mengisi waktu luangnya dengan menenun kain. 

Suatu ketika, saat tengah menenun, peralatan tenunnya terjatuh. 

Dayang Sumbi malas untuk mengambilnya. 

Ia kemudian melontarkan ucapan tanpa sadar. 

“Siapa pun juga yang bersedia mengambilkan peralatan tenunku, seandainya ia laki-laki, ia akan kujadikan suami. Seandainya ia perempuan, ia akan kujadikan saudara.”

Si Tumang, anjing yang menemaninya turun ke bawah mengambilkan peralatan tenun. 

Si Tumang kemudian memberikannya pada Dayang Sumbi.

Melihat Si Tumang mengambilkan peralatan tenunnya, Dayang Sumbi langsung merasa lemas. 

Ia sangat menyesali ucapannya. 

Namun mau tidak mau ia harus menepati janjinya. 

Dayang Sumbi kemudian menikah dengan Si Tumang, anjingnya. 

Si Tumang ternyata bukan seekor anjing biasa. 

Ia adalah seorang Dewa yang melakukan kesalahan, dikutuk menjadi anjing, lantas dibuang ke bumi. 

Kelahiran Sangkuriang

Tidak lama setelah menikah, Dayang Sumbi pun melahirkan seorang anak laki-laki. 

Ia memberinya nama Sangkuriang.

Waktu terus berlalu, Sangkuriang kini telah tumbuh menjadi seorang anak laki-laki tampan lagi sakti mandraguna. 

Sejak kecil, Sangkuriang sudah sering berburu. 

Setiap kali pergi berburu, Sangkuriang selalu ditemani oleh Si Tumang. 

Dayang Sumbi tidak pernah memberi tahu bahwa Si Tumang adalah ayah kandungnya.

Sangkuriang Membunuh Si Tumang

Suatu hari, Sangkuriang tengah berburu di hutan mencari Kijang ditemani Si Tumang. 

Ibunya ingin makan hati Kijang. 

Di tengah hutan, Sangkuriang melihat seekor kijang tengah makan. 

Ia segera memerintahkan Si Tumang untuk mengejar kijang tersebut. 

Namun aneh, Si Tumang kali ini menolak perintah Sangkuriang, padahal biasanya sangat penurut.

Melihat si Tumang hanya diam, Sangkuriang menjadi marah. 

Sangkuriang mengancam akan membunuh Si Tumang jika tak mau menuruti perintahnya. 

Namun Si Tumang tetap menolak untuk mengejar kijang buruan. 

Sangkuriang hilang kesabarannya, Ia membunuh Si Tumang. 

Sangkuriang kemudian mengambil hati anjing malang untuk dibawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang memberikan hati Si Tumang pada ibunya. 

Dayang Sumbi kemudian memasaknya. 

Ia kemudian memakan hati Si Tumang. 

Seusai makan, Ia menanyakan perihal Si Tumang pada Sangkuriang. 

Sangkuriang kemudian mengatakan hal sebenarnya, bahwa hati yang dimakan oleh ibunya adalah hati Si Tumang. 

Mengetahui hal tersebut, Dayang Sumbi sangat marah. 

Ia mengambil gayung tempurung kelapa, lantas memukulkannya ke kepala Sangkuriang.

Sangkuriang Pergi Meninggalkan Rumah

Dengan kepala terluka karena pukulan ibunya, Sangkuriang pergi meninggalkan ibunya, mengembara ke arah timur. 

Ia sangat marah pada ibunya. 

Sangkuriang menganggap ibunya lebih menyayangi Si Tumang daripada dirinya.

Sepeninggal Sangkuriang, Dayang Sumbi menyesal telah memukul kepala Sangkuriang. 

Ia merasa bersalah karena tidak memberi tahu Sangkuriang bahwa Si Tumang adalah ayahnya. 

Ia kemudian bertapa guna memohon ampun atas kesalahan yang diperbuatnya pada Dewata. 

Dewa mengetahui tindakan Dayang Sumbi menerima permohonan ampun Dayang Sumbi. 

Dewa lalu mengaruniakan kecantikan abadi pada Dayang Sumbi. 

Ia menjadi berumur panjang tapi tetap terlihat cantik awet muda.

Sudah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara tanpa tujuan jelas. 

Ia mengembara hanya mengikuti kemanapun langkah kakinya. 

Tanpa disadarinya, Sangkuriang berjalan berputar balik kembali ke tempat Dayang Sumbi berada.

Saat bertemu Dayang Sumbi, Sangkuriang terpesona oleh kecantikannya. 

Begitu pula Dayang Sumbi terpesona oleh ketampanan dan kesaktian Sangkuriang. 

Mereka berdua sudah lama tak bertemu hingga tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya adalah ibu dan anak. 

Keduanya kemudian merencanakan untuk menikah.

Sangkuriang Ingin Menikahi Dayang Sumbi

Sebelum dilakukan pernikahan, Sangkuriang hendak berburu terlebih dahulu. 

Sebelum berburu, Dayang Sumbi membantu mengikatkan ikat kepala ke kepala Sangkuriang. 

Saat itulah Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. 

Dayang Sumbi sangat kaget melihat bekas luka di kepalanya. 

Ia langsung menyadari bahwa pria tersebut adalah anak kandungnya sendiri.

Dayang Sumbi kemudian meminta Sangkuriang membatalkan pernikahan mereka. 

Ia menjelaskan bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak. 

Namun Sangkuriang tidak perduli dengan penjelasan ibunya. 

Ia tetap ingin menikahi Dayang Sumbi karena sangat cantik jelita.

Mengetahui keinginan kuat Sangkuriang untuk menikahinya, Dayang Sumbi akhirnya bersedia dinikahi. 

Tapi ia memberikan syarat sangat berat. 

“Baiklah jika engkau memang ingin menikahiku. Aku bersedia menjadi istrimu tapi syaratnya sangat berat.”

“Apa syarat yang kau minta? Aku pasti menyanggupinya.” kata Sangkuriang.

“Baiklah. Engkau harus membendung sungai Citarum kemudian membuat perahu sangat besar. Semua itu harus selesai dalam waktu satu malam.” kata Dayang Sumbi.

Membuat Perahu Besar

“Baik, aku menyanggupinya. Akan aku selesaikan dalam waktu satu malam.” 

Sangkuriang segera bekerja keras untuk mewujudkan syarat Dayang Sumbi. 

Sangkuriang menebang sebuah pohon besar. 

Dari kayu pohon tersebut, Ia membuat perahu besar. 

Cabang dan ranting-ranting pohon yang tidak Ia gunakan, ditumpuknya. 

Tumpukan cabang dan ranting pohon tersebut kemudian menjelma menjadi Gunung Burangrang. 

Sementara tunggul atau pangkal pohon yang ia tebang kemudian menjelma menjadi sebuah gunung. 

Sekarang dikenal dengan nama Gunung Bukit Tunggul.

Tidak lama kemudian, perahu besar permintaan Dayang Sumbi selesai dibuat. 

Kemudian ia menuju sungai Citarum untuk membendungnya menjadi sebuah danau. 

Untuk pekerjaan membendung sungai, ia memanggil mahluk-mahluk halus yang pernah ia kalahkan untuk membantunya.

Mengetahui perkembangan pekerjaan Sangkuriang sangat cepat, Dayang Sumbi menjadi cemas. 

Ia harus menggagalkan pekerjaan Sangkuriang agar mereka berdua batal menikah. 

Ia kemudian meminta pertolongan Dewa agar memberinya jalan keluar dari masalahnya.

Dewa memberikan petunjuk pada Dayang Sumbi agar menebarkan kain putih hasil tenunan agar matahari cepat terbit. 

Dayang Sumbi segera melakukan petunjuk Dewa tersebut. 

Tidak lama kemudian Matahari pun terbit.

Terbitnya matahari membuat para mahluk halus yang tengah bekerja membendung Sungai Citarum menjadi berhamburan meninggalkan pekerjaannya. 

Sangkuriang marah besar menyaksikan matahari terbit. 

Ia tahu bahwa Dayang Sumbi telah berbuat curang membuat fajar cepat tiba. 

Dengan sangat marah, Sangkuriang lantas menjebol bendungan Sanghyang Tikoro. 

Sumbat aliran sungai Citarum lantas ia lemparkan kearah timur yang kemudian menjelma menjadi Gunung Manglayang. 

Air di danau tersebut menjadi surut. 

Masih belum puas, Sangkuriang kemudian menendang perahu besar buatannya hingga terlempar hingga jatuh tertelungkup. 

Perahu besar tersebut kemudian menjelma menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Kemarahan Sangkuriang masih juga belum reda. 

Ia berlari mengejar Dayang Sumbi. 

Dayang Sumbi lari ketakutan. 

Ia berlari menuju Gunung Putri. 

Tubuhnya kemudian menghilang dan berubah menjadi Bunga Jaksi. 

Sementara Sangkuriang terus berlari mengejar sampai akhirnya tiba di Ujung Berung. 

Di Ujung Berung, tubuh Sangkuriang kemudian menghilang ke alam gaib.

Demikianlah sebuah cerita rakyat dari Jawa Barat, Sangkuriang.

Menurut legenda masyarakat di kawasan tersebut, asal mula terbentuknya gunung Tangkuban Perahu dikaitkan dengan Legenda Sangkuriang. 

Ia adalah seorang pemuda yang ingin menikahi ibunya sendiri, yaitu Dayang Sumbi. 

Untuk menggagalkan pernikahan, Dayang Sumbi mengajukan syarat yang sangat berat sehingga membuat Sangkuriang marah dan menendang perahu hingga terbalik. 

Perahu terbalik itulah yang kini dianggap sebagai Gunung Tangkuban Perahu. 

Gunung Tangkuban Perahu

Gunung Tangkuban Perahu terletak di bagian utara Bandung, Provinsi Jawa Barat, dengan jarak 30 km dari pusat kota. 

Gunung yang terbentuk sekitar 190.000 tahun lalu ini memiliki ketinggian 2084 mdpl dengan 13 kawah yang tersebar di kawasan puncaknya. 

Diberi nama Gunung Tangkuban Perahu karena bentuknya menyerupai sebuah perahu terbalik. 

Para ahli geologi berpendapat bahwa kawasan dataran tinggi Bandung merupakan sisa dari sebuah Danau Besar. 

Danau tersebut terbentuk sebagai akibat letusan gunung berapi purba, yaitu Gunung Sunda, yang membendung aliran sungai Citarum. 

Gunung Tangkuban Perahu sendiri diyakini sebagai sisa dari Gunung Sunda yang masih aktif. 

Referensi:
  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Baca juga cerita rakyat Jawa Barat lainnya:

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar