Alkisah, di sebuah desa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, hidup seorang janda bernama Nyi Endit. Ia merupakan seorang janda kaya raya. Dengan kekayaannya, Nyi Endit mampu membeli apa saja yang ia inginkan. Banyak penduduk miskin di desa yang meminjam uang pada Nyi Endit. Namun Nyi Endit meminta imbalan yaitu, penduduk desa harus mengembalikan uang dengan bunga sangat tinggi. Jika telah tiba waktu membayar hutang, Nyi Endit akan menagih uang kepada peminjamnya sembari membawa pengawal atau tukang pukul. Jadi kalau ada peminjam yang tidak mau membayar hutang pada waktunya, tukang pukul Nyi Endit akan melakukan kekerasan.
Jika datang musim panen, ladang-ladang milik Nyi Endit selalu menghasilkan panen sangat melimpah.
Lumbung milik Nyi Endit selalu memiliki banyak cadangan makanan saat menghadapi musim paceklik.
Tapi tidak begitu halnya dengan penduduk desa yang miskin.
Ketika musim paceklik tiba, banyak petani yang kesulitan bahkan ada yang sampai terkena busung lapar.
Keadaan warga disana sangatlah berbeda dengan keadaan Nyi Endit janda kaya raya.
Ia selalu berpesta pora di rumahnya, sementara penduduk miskin banyak yang kelaparan.
Penduduk desa sering menyebut Nyi Endit dengan julukan lintah darat.
Lumbung milik Nyi Endit selalu memiliki banyak cadangan makanan saat menghadapi musim paceklik.
Tapi tidak begitu halnya dengan penduduk desa yang miskin.
Ketika musim paceklik tiba, banyak petani yang kesulitan bahkan ada yang sampai terkena busung lapar.
Keadaan warga disana sangatlah berbeda dengan keadaan Nyi Endit janda kaya raya.
Ia selalu berpesta pora di rumahnya, sementara penduduk miskin banyak yang kelaparan.
Penduduk desa sering menyebut Nyi Endit dengan julukan lintah darat.
Nyi Endit Mengadakan Pesta
Suatu ketika musim paceklik tengah melanda desa.
Namun demikian, Nyi Endit tidak terpengaruh dengan tetap mengadakan pesta di rumahnya.
Ketika pesta sedang dimulai, tiba-tiba salah satu pengawalnya datang menghampiri Nyi Endit dan berkata: “Maaf Nyi Endit, diluar ada seorang pengemis memaksa ingin masuk. Sepertinya ia ingin meminta-minta.”
Namun demikian, Nyi Endit tidak terpengaruh dengan tetap mengadakan pesta di rumahnya.
Ketika pesta sedang dimulai, tiba-tiba salah satu pengawalnya datang menghampiri Nyi Endit dan berkata: “Maaf Nyi Endit, diluar ada seorang pengemis memaksa ingin masuk. Sepertinya ia ingin meminta-minta.”
“Usir pengemis itu! Jangan biarkan dia masuk ke rumah,” Nyi Endit menjawab ketus.
Tiba-tiba saja si pengemis menerobos masuk kedalam rumah Nyi Endit.
“Kau benar-benar orang serakah dan kejam wahai Nyi Endit. Kami tengah kelaparan karena paceklik, berilah kami sedikit makanan,” kata si pengemis.
“Kau benar-benar orang serakah dan kejam wahai Nyi Endit. Kami tengah kelaparan karena paceklik, berilah kami sedikit makanan,” kata si pengemis.
Nyi Endit menjadi sangat marah melihat si pengemis begitu lancang memaksa masuk ke rumahnya tanpa izin.
“Berani sekali orang miskin seperti engkau berkata seperti itu, dasar kurang ajar. Cepat usir dia dari rumahku!” teriak Nyi Endit.
“Berani sekali orang miskin seperti engkau berkata seperti itu, dasar kurang ajar. Cepat usir dia dari rumahku!” teriak Nyi Endit.
Pengawal Nyi Endit langsung menyeret keluar si pengemis.
Namun tak disangka si pengemis berhasil melumpuhkan pengawal Nyi Endit hanya dengan satu gebrakan.
Para tamu takjub melihat kesaktian pengemis tersebut.
Namun tak disangka si pengemis berhasil melumpuhkan pengawal Nyi Endit hanya dengan satu gebrakan.
Para tamu takjub melihat kesaktian pengemis tersebut.
“Jika kau tidak mau berbagi dengan orang miskin seperti aku, akan ku tunjukkan sesuatu padamu,” kata si pengemis.
Ia lantas mengambil sebuah ranting pohon, lalu menancapkannya ke tanah.
“Jika ranting ini dapat kau cabut, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia. Jika kau tak mampu mencabutnya sendiri, kau bisa menyuruh pengawalmu.”
Ia lantas mengambil sebuah ranting pohon, lalu menancapkannya ke tanah.
“Jika ranting ini dapat kau cabut, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia. Jika kau tak mampu mencabutnya sendiri, kau bisa menyuruh pengawalmu.”
Nyi Endit memerintahkan kepada para pengawalnya untuk mencabut ranting pohon itu.
Namun ternyata para pengawalnya tidak sanggup mencabut ranting yang sepertinya terlihat rapuh.
Namun ternyata para pengawalnya tidak sanggup mencabut ranting yang sepertinya terlihat rapuh.
Sang Pengemis berkata lagi, “Ternyata pengawalmu tak sanggup mencabutnya, sekarang kau bisa lihat aku melakukannya.”
Sang pengemis itu dengan mudahnya dapat mencabut ranting tersebut.
Setelah di cabut ternyata keluarlah air begitu deras dari lubang bekas ranting tersebut.
Setelah mencabut ranting, tiba-tiba saja sang pengemis hilang entah kemana.
Sang pengemis itu dengan mudahnya dapat mencabut ranting tersebut.
Setelah di cabut ternyata keluarlah air begitu deras dari lubang bekas ranting tersebut.
Setelah mencabut ranting, tiba-tiba saja sang pengemis hilang entah kemana.
Rumah Nyi Endit Terkena Banjir
Kejadian aneh kemudian terjadi.
Sebuah guncangan gempa bumi datang membuat Nyi Endit dan para tamunya kaget.
Mereka sangat ketakutan hingga lari berhamburan ke luar rumah.
Ternyata di luar rumah telah terjadi hujan sangat deras.
Dalam sekejap rumah Nyi Endit lenyap terendam oleh air bah.
Sebuah guncangan gempa bumi datang membuat Nyi Endit dan para tamunya kaget.
Mereka sangat ketakutan hingga lari berhamburan ke luar rumah.
Ternyata di luar rumah telah terjadi hujan sangat deras.
Dalam sekejap rumah Nyi Endit lenyap terendam oleh air bah.
Desa tempat tinggal Nyi Endit kini telah berubah menjadi sebuah danau.
Penduduk sekitar menyebutnya dengan nama Danau Bagendit atau Situ Bagendit.
Konon di dalam danau, terdapat seekor lintah berukuran besar yang merupakan jelmaan Nyi Endit.
Demikianlah akhir cerita rakyat Jawa Barat Situ Bagendit.
Penduduk sekitar menyebutnya dengan nama Danau Bagendit atau Situ Bagendit.
Konon di dalam danau, terdapat seekor lintah berukuran besar yang merupakan jelmaan Nyi Endit.
Demikianlah akhir cerita rakyat Jawa Barat Situ Bagendit.
Referensi:
- Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
- Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar