11 Oktober 2018

Sabai Nan Aluih, Sumatra Barat

Berikut ini sebuah cerita rakyat dari Sumatera Barat, Sabai Nan Aluih.

Sabai Nan Aluih memiliki arti Sabai yang Lembut atau halus. 

Alkisah, keluarga Rajo Babanding tinggal di sebuah rumah bersudut empat di sekitar hilir sungai Batang Agam, Padang Tarok. 

Sabai Nan Aluih adalah putri sulung dari pasangan Rajo Babanding dan Sadun Saribai.

Ia mempunyai adik laki-laki yang tampan bernama Mangkutak Alam. 

Disamping memiliki paras yang cantik, Sabai juga memiliki budi pekerti baik, santun dalam berbicara dan hormat kepada kedua orang tua. 

Berbeda dengan adik laki-lakinya, Mangkutak Alam, yang memiliki sifat pemalas, Sabai dikenal rajin membantu kedua orang tuanya. 

Kecantikan Sabai Nan Aluih telah tersiar hingga ke kampung lain.
Sabai Nan Aluih
Gambar Padang cuisine Sate Padang Padang restaurant - design @kisspng


Menurut cerita rakyat Sumatera Barat, Rajo Babanding memiliki teman baik yang tinggal di kampung Situjuh bernama Rajo Nan Panjang. 

Ia adalah seorang saudagar kaya raya yang disegani masyarakat kampung Situjuh. 

Meskipun kaya raya, namun Rajo Nan Panjang memiliki perangai buruk yaitu suka memeras warga di sekitarnya dengan cara meminjamkan uang namun meminta pengembalian dengan bunga yang sangat tinggi. 

Warga kampung Situjuh tidak berani melawan Rajo nan Panjang karena ia memiliki tiga orang pengawal hebat yang bernama  Rajo nan Konkong, Lompong Bertuah, dan Palimo Banda Dalam.

Sabai Dipinang Rajo Nan Panjang

Kecantikan Sabai Nan Aluih terdengar oleh Rajo Nan Panjang. 

Ia berminat untuk meminang putri sulung sahabatnya itu. 

Rajo nan Panjang kemudian mengirim utusannya untuk meminang Sabai nan Aluih. 

Ia sangat yakin bahwa Rajo Babanding pasti akan menerima pinangannya.

Para utusan Rajo Nan Panjang kemudian berangkat ke Padang Tarok. 

Sesampainya di Padang Tarok, mereka pun menyampaikan pinangan majikannya kepada ayah Sabai nan Aluih, Rajo Babanding. 

Namun ayah Sabai menolak pinangan sahabatnya itu dengan alasan ia malu memiliki mantu yang seumur dengannya walaupun ia orang kaya.

Setelah mendapat jawaban penolakan dari Rajo Babanding, para utusan itu pun segera kembali ke Kampung Situjuh untuk menyampaikan berita tersebut kepada Rajo Nan Panjang. 

Tentu saja Rajo nan Panjang merasa sangat terhina dengan penolakan tersebut.

Rajo Nan Panjang akhirnya memutuskan akan datang langsung menemui Rajo Babanding untuk meminang Sabai. 

Berangkatlah Rajo nan Panjang bersama ketiga orang pengawalnya. 

Setelah mendengar langsung keinginan sahabatnya untuk meminang Sabai, Rajo Babanding menawarkan untuk berunding di luar rumah, yaitu di sebuah lokasi bernama Padang Panahunan pada hari minggu. 

Padang Panahunan adalah tempat yang sepi dan sejak dulu digunakan untuk berkelahi.

Perkelahian Rajo Babanding dengan Rajo Nan Panjang

Rajo Babanding merasa bahwa sahabatnya itu telah melanggar sopan santun karena berani meminang anak gadisnya secara langsung. 

Menurut adat di negeri itu, pinangan tidak boleh disampaikan langsung kepada ayah si Gadis, melainkan kepada mamak atau adik kandung ibu si gadis.

Rajo nan Panjang pun mengetahui bahwa pinangannya ditolak secara halus oleh ayah Sabai nan Aluih. 

Ia sadar bahwa dirinya ditantang untuk berkelahi. 

Ia menerima permintaan sahabatnya itu dan segera pergi meninggalkan rumah Rajo Babanding dengan marah.

Sabai Nan Aluih merasa cemas mendengar percakapan ayahandanya dengan Rajo Nan Panjang. 

Sabai sadar bahwa ayahnya menantang Rajo Nan Panjang berkelahi. 

Sabai sangat mengkhawatirkan keselamatan ayahandanya. 

Tapi Rajo Babanding menenangkan hati anaknya bahwa ia akan baik-baik saja.

Tibalah hari yang telah ditentukan. 

Berangkatlah Rajo Babanding ke Padang Panahunan dengan membawa seorang pembantunya yang bernama Palimo Parang Tagok. 

Rajo nan Panjang bersama seorang pengawal setianya Palimo Banda Dalam sudah menunggu. 

Rupanya Rajo nan Panjang sengaja datang lebih awal untuk mengatur siasat liciknya. 

Ia telah memerintahkan dua orang pengawal lainnya yakni Rajo nan Kongkong dan Lompong Bertuah untuk bersembunyi di balik semak-semak. 

Salah seorang di antaranya membawa senapan. 

Senapan itu akan digunakan jika diperlukan.

Tidak lama kemudian mereka kemudian bertarung hebat. 

Rajo Babanding dan Rajo Nan Panjang bertarung habis-habisan dengan dibantu oleh pengawal masing-masing. 

Perkelahian itu rupanya berlangsung lama, akhirnya para pengawal tumbang lebih dulu. 

Raja Babanding dan Raja Nan Panjang masih terus berkelahi sampai akhirnya Raja Babanding terkena peluru oleh salah satu pengawal dari Rajo Nan Panjang yang muncul secara tiba-tiba dari semak-semak. 

Rajo Nan Panjang berlaku curang. 

Rajo Babanding pun tergeletak dan tak bergerak.

Sabai Nan Aluih

Seorang gembala secara tak sengaja melihat kejadian ini. 

Si gembala ini kemudian bergegas pergi ke rumah Raja Babanding untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada keluarga Raja Babanding. 

Mendengar kabar kondisi ayahandanya dari si gembala, Sabai langsung lemas. 

Sabai mengajak adiknya Mangkutak Alam untuk melihat kondisi ayahandanya namun adiknya menolak dengan alasan tidak ingin mencari mati.

Sabai pun berlari ke Padang Panahunan dengan membawa senapan. 

Di tengah jalan, Sabai bertemu dengan Rajo Nan Panjang dan pengawalnya. 

Sabai bertanya tentang kecurangan Raja Nan Panjang, tetapi Raja Nan Panjang hanya tertawa seakan-akan mengejek kematian Raja Babanding. 

Mendidih darah Sabai melihat pembunuh ayahnya tertawa mengejek. 

Sabai pun tidak bisa menahan amarahnya. 

Saat itu juga Sabai langsung menarik pelatuk senapan yang ia bawa dari rumah. 

Terdengarlah suara dentuman yang sangat keras. 

Peluru mengenai dada Raja Nan Panjang dan ia langsung terjatuh dari kuda. 

Rajo Nan Panjang tewas seketika.

Tidak memperdulikan Rajo Nan Panjang, Sabai nan Aluih segera berlari ke Padang Panahunan untuk melihat keadaan ayahnya. 

Sesampainya di tempat itu, ia mendapati ayahnya sudah tidak bernyawa lagi. 

Hati Sabai hancur karena sang Ayah yang sangat dicintainya telah pergi untuk selamanya untuk membela kehormatan keluarga. 

Tidak berapa lama kemudian, ibu Sabai bersama beberapa orang warga tiba di Padang Panahunan. 

Jenazah Rajo Babanding kemudian dibawa pulang untuk dikuburkan secara layak. 

Baca juga cerita rakyat Sumatera Barat lainnya:

      1 komentar:

      1. Saya sudah baca dongeng itu semasa sekolah kelas 3 Sekolah Rakyat tahun 1952. Sayang buku-buku semacam itu LANGKA

        BalasHapus