11 April 2021

Puteri Hijau - Sumatra Utara

Berikut ini kisah Putri Hijau, sebuah cerita rakyat Sumatera Utara. Di sebuah daerah yang bernama Medan Deli, berdirilah sebuah kerajaan dengan istananya yang megah, istana tersebut bernama Istana Maimun. Kerajaan tersebut berdiri sekitar abad 15-16 masehi. Kerajaan melayu tersebut dipimpin oleh seorang raja yang bernama Sultan Muhayat Syah. Sultan Muhayat Syah memiliki 3 orang anak. Anak pertama bernama Mambang Yazid, anak kedua bernama Mambang Khayali, dan anak ketiga bernama Putri Hijau.
Puteri Hijau - Sumatra Utara

Ketiga anak dari Sultan Muhayat Syah memiliki kesaktian yang hebat. Mambang Yazid dapat merubah dirinya menjadi seekor naga. Anak kedua, Mambang Khayali, dapat merubah dirinya menjadi sebuah meriam. Sedangkan si bungsu, Putri Hijau, dapat memancarkan cahaya hijau di tubuhnya ketika malam bulan purnama tiba. Putri Hijau tidak hanya bisa memancarkan cahaya, namun memiliki wajah yang sangat cantik jelita. Banyak rakyat yang kagum dan terpesona dengan kecantikan beliau. Selain itu, sang putri memiliki sifat ramah dan dermawan kepada rakyatnya.

Ketika malam bulan purnama tiba, Putri Hijau sedang berjalan-jalan di taman istana. Pancaran cahayanya dapat terlihat dari daerah yang cukup jauh. Hingga pancaran cahaya hijau yang indah dari putri tersebut dapat terlihat oleh kerajaan tetangga, yaitu kesultanan Aceh.

Sultan Aceh Meminang Putri Hijau

Sultan Aceh terkesima dengan pancaran cahaya hijau yang indah tersebut. Kepada para pengawalnya, sultan menugaskan agar mencari dimana letak sumber cahaya hijau tersebut. Dari informasi yang telah didapat oleh para pengawalnya, ternyata cahaya hijau itu berasal dari seorang putri cantik jelita dari kerajaan tetangga yang berada di daerah Deli.

Karena mendengar penjelasan dari para pengawalnya, sultan akhirnya berniat untuk memperistri Putri Hijau. Lamaran pun dipersiapkan, berbagai perhiasan serta beberapa pengawal pun diutus untuk mendatangi kerajaan Putri Hijau, namun, lamaran tersebut ditolak oleh sang putri.

Penolakan lamaran tersebut membuat sultan Aceh menjadi sangat marah. Dia merasa bahwa Kerajaan Deli telah menebar permusuhan dengan Kerajaan Aceh. Untuk itu, sang sultan mengutus ratusan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Deli karena hasil dari penolakan Putri Hijau. Ternyata Kerajaan Deli sangat tangguh, peperangan tidak dapat dimenangkan oleh pihak lawan. Akhirnya Kerajaan Deli menjadi pemenang dalam pertempuran tersebut.

Kerajaan Aceh Menyerang Kerajaan Deli

Sultan Aceh tidak patah semangat, dengan cara yang licik, dia lalu menembakan meriam sebagai penyerangan terhadap Kerajaan Deli dengan peluru koin emas. Para prajurit Kerajaan Deli dengan suka cita mengambil koin-koin emas tersebut. Sementara prajurit Kerajaan Deli tengah sibuk mengambil koin-koin emas, kerajaan Aceh akhirnya menyerang Kerajaan Deli. Alhasil, Kerajaan Deli mengalami kekalahan. Anak kedua sultan Deli, yaitu Bambang Khayali, tidak terima dengan kekalahan yang dialami kerajaannya. Dia merubah tubuhnya menjadi sebuah meriam dan menembakannya secara bertubi-tubi ke arah musuh. Akibat terlalu lama menembakan meriam ke arah pasukan Aceh, meriam tersebut menjadi sangat panas. Akhirnya meriam tersebut terputus menjadi dua. Ujung meriam tersebut menjadi terlempar jauh hingga ke perbatasan kerajaan Aceh. Sedangkan pangkal meriam masih ada di halaman Istana Maimun.

Kerajaan Deli Kalah Perang

Melihat kehancuran tersebut, Kerajaan Deli mengaku kalah. Putri Hijau akhirnya dapat dibawa oleh kerajaan Aceh. Mambang Yazid, kakak dari Putri Hijau, akhirnya meminta syarat kepada sultan Aceh. Syarat tersebut adalah jangan menyentuh Putri Hijau sampai mereka datang ke Aceh. Selain itu, Putri Hijau harus dibawa dengan peti kaca, dan ketika sampai di daerah Jambu Air, Putri Hijau harus turun ke sungai untuk membakar kemenyan dan menabur beras serta telur. Setelah membakar kemanyan serta menabur beras dan telut, sang putri harus menyebut nama abangnya sebanyak 3 kali. Persyaratan itu dipenuhi oleh sultan Aceh, karena hal tersebut dianggap mudah.

Putri Hijau dan Sultan Aceh beserta para pengawalnya berangkat menggunakan kapal layar untuk kembali ke Aceh. Kapal layar tersebut dapat mengarungi sungai Deli yang konon pada zaman dahulu dapat disebrangi oleh sebuah kapal layar. Di daerah Jambu Air, Putri Hijau keluar dari peti kacanya lalu turun ke sungai untuk membakar kemenyan, menabur beras serta telur dan menyebut “Mambang Yazid.. Mambang Yazid.. Mambang Yazid.. datanglah abangku dan selamatkanlah adikmu dalam cengkraman sultan Aceh.” Akhirnya air sungai menjadi beriak, airnya menjadi bergemuruh dan angin pun menjadi ribut. Putri Hijau akhirnya kembali masuk ke dalam peti kaca. Tidak lama kemudian, petir pun menyambar tidak henti-hentinya dan langitpun menjadi gelap. Dalam keadaan demikian, muncul lah seekor naga yang sebenarnya jelmaan dari Mambang Yazid. Naga tersebut akhirnya memporak-porandakan kapal kerajaan Aceh hingga menjadi hancur.

Akhirnya, Putri Hijau yang berada di dalam peti kaca terlempar ke sungai dan terapung-apung. Seekor naga yang merupakan jelmaan Mambang Yazid tersebut membawa peti kaca yang berisi Putri Hijau tersebut ke dalam mulutnya lalu membawanya ke laut. Sampai saat sekarang, tidak ada yang mengetahui apakah Putri Hijau masih hidup sebagai manusia atau telah tiada.

Legenda ini terkenal di kalangan masyarakat Deli, Sumatera Utara dan orang melayu di Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar