10 September 2014

Cerita Bujang Awang Tabuang, Bengkulu

Pada dahulu kala di daerah Bengkulu, terdapat sebuah kerajaan bernama Peremban Panas. Kerajaan peremban Panas dipimpin oleh Raja Kramo Kratu Agung. Sang Permaisuri bernama Putri Rimas Bangesu. Sang Raja memerintah secara adil bijaksana. Rakyat Kerajaan Peremban Panas sangat menghormati dan mencintai raja mereka. Namun kebahagiaan Raja Kramo Kratu Agung sedikit terganggu, karena setelah menikah selama enam tahun dengan Permasuri Putri Rimas Bangesu, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. 
Cerita Bujang Awang Tabuang, Bengkulu

Sang Raja merasa khawatir, siapa akan meneruskan tahta kerajaannya nanti. 

Kerabat kerajaan kemudian berembug untuk membicarakan masalah ini. 

Setelah mereka berembug, hasil dari rembug kerabat kerajaan tersebut mengejutkan Putri Rimas Bangesu. 

Mereka memutuskan bahwa Sang Raja harus menikahi wanita lain. 

Sedangkan Putri Rimas Bangesu harus diasingkan ke tengah hutan rimba.

Kelahiran Bujang Awang Tabuang

Tidak lama kemudian, Putri Rimas Bangesu diasingkan ke tengah hutan. 

Ia ditemani oleh seekor harimau dan sepasang kera. 

Kerajaan membuatkan sebuah gubug di tengah hutan rimba sebagai tempat pengasingan Sang Permaisuri. 

Sebenarnya saat diasingkan, Sang Permaisuri tengah mengandung, hanya saja Raja Kramo Kratu Agung tak mengetahuinya. 

Setelah sekian lama tinggal di pengasingan, lahirlah dari rahim Sang Permaisuri, seorang anak laki-laki tampan lagi sehat. 

Sang permaisuri memberinya nama Bujang Awang Tabuang.

Di bawah pengasuhan ibunya, ditemani oleh harimau dan sepasang kera, Bujang Awang Tabuang tumbuh menjadi seorang pemuda gagah, tampan, tangguh lagi sakti. 

Waktu terus bergulir hingga Bujang Awang Tabuang mencapai umur tujuh belas tahun. 

Ibunya selalu berdusta padanya, setiap kali Bujang bertanya perihal siapa ayahnya. 

Ibunya akan mengatakan bahwa ayahanda Bujang adalah seorang Dewa.

Namun kini Bujang telah menjadi seorang pemuda dewasa. 

Sang Permaisuri merasa sudah waktunya Bujang mengetahui siapa ayah kandungnya. 

Putri Rimas Bangesu akhirnya mengatakan bahwa Raja Kramo Kratu Agung adalah ayah kandungya. 

Ia juga menceritakan kejadian yang menimpa dirinya diasingkan dari istana.

Mengetahui hal tersebut, Bujang meminta izin ibunya untuk pergi ke istana Kerajaan peremban Panas mencari ayahandanya. 

Walaupun merasa berat hati, namun Putri Rimas Bangesu tetap mengizinkan. 

“Berhati-hatilah engkau Bujang. Sebisa mungkin hindari pertengkaran atau perkelahian dalam perjalanmu nanti. Ibu akan terus mendoakanmu.” kata Sang Ibunda.

Bujang Berangkat Ke Istana Mencari Ayahandanya

Keesokan harinya Bujang Awang Tabuang berangkat menuju istana Kerajaan Peremban Panas. 

Dari hutan rimba ia berjalan kaki seorang diri selama berhari-hari. 

Setiap bertemu penduduk, ia akan bertanya kemana arah istana Kerajaan Peremban Panas. 

Akhirnya Bujang tiba juga di istana Kerajaan Peremban Panas.

Setibanya di gerbang istana, Bujang langsung masuk begitu saja ke dalam istana. 

Tingkah lakunya membuat penjaga istana berusaha menghentikannya. 

“Saya ingin menemui Raja Kramo Kratu Agung.” kata Bujang kepada para penjaga gerbang istana.

“Tidak bisa kau seenak perutmu masuk ke istana begitu saja. Yang Mulia Raja Kramo Kratu Agung tidak bisa diganggu. Beliau hendak menikahi Putri Rambut Perak dari Kerajaan Pinang Jarang.” kata para penjaga.

Bujang Membuat Kekacauan Di Istana Kerajaan Peremban Panas

Namun Bujang tetap memaksa masuk sehingga membuat para penjaga terpaksa mengusirnya. 

Tidak terima diusir, Bujang melawan para penjaga. 

Akibatnya tejadi perkelahian diantara mereka. 

Bujang Awang Tabuang nampaknya terlalu tangguh bagi para penjaga gerbang istana. 

Ketika datang prajurit lainnya untuk mengeroyok Bujang, dengan mudahnya Bujang mengalahkan mereka semua. 

Para prajurit akhirnya berlarian menjauhi Bujang. 

Sebagian diantara prajurit segera melaporkannya pada Patih Kerajaan.

Karena merasa kelelahan setelah perjalanan jauh, Bujang kemudian tidur di bawah pohon alun-alun istana. 

Suara dengkurnya terdengar begitu keras hingga membuat istana kerajaan bergetar bagaikan terkena gempa bumi. 

Getaran seperti gempa bumi, membuat seisi istana gempar.

Raden Tumenggung, Patih Kerajaan Peremban Panas segera keluar mencari biang keladi kekacauan tersebut. 

Ia mendapati Bujang Awang Tabuang sedang tidur mendengkur di bawah pohon alun-alun istana. 

“Hai gembel bangun! Jangan buat kekacauan di istana Kerajaan. Apa maksudmu membuat kekacauan!” teriak Raden Tumenggung kasar.

Bujang terbangun, kemudian ia berjalan ke dalam istana mencari Raja Kramo Kratu Agung. 

Ia sama sekali tak memperdulikan Raden Tumenggung. 

Melihat sikap kurang ajarnya, Raden Tumenggung tanpa basa-basi langsung menyerang Bujang. 

Terjadilah perkelahian diantara keduanya. 

Lagi-lagi Bujang menunjukkan ketangguhannya dalam bertarung. 

Dalam waktu singkat ia mampu mengalahkan Raden Tumenggung.

Bujang Awang Tabuang lantas memasuki istana. 

Di dalam istana ia mengamuk menghancurkan apa saja yang ada di depannya. 

Para prajurit istana dibuat kocar-kacir tidak mampu menghadapinya. 

Raja Kramo Kratu Agung akhirnya turun tangan langsung menghadapi sang pemuda pengacau. 

Keduanya bertarung sengit selama satu hari satu malam. 

Keduanya belum mengetahui bahwa mereka berdua adalah ayah dan anak. 

Karena tidak ada tanda-tanda siapa akan menang dan siapa akan kalah, Raja Kramo Kratu Agung akhirnya meminta Bujang untuk menghentikan pertarungan tersebut.

“Sudahlah hai anak muda. Nampaknya pertarungan kita tidak akan pernah selesai. Siapakah dirimu berani membuat kekacauan di istana? Aku Raja Kramo Kratu Agung. Katakan apa keperluanmu?” kata Sang Raja.

Bujang Akhirnya Bertemu Ayahandanya

Bujang merasa kaget bahwa ternyata lawan tarungnya adalah ayahanda yang ia cari. 

“Maaf Paduka Raja. Hamba adalah Bujang Awang Tabuang, putra dari Putri Rimas Bangesu. Sewaktu ibunda diasingkan ke hutan rimba, sebenarnya ibunda tengah mengandung Hamba.” kata Bujang.

“Jadi engkau adalah anakku wahai anak muda?” kata Sang Raja.

“Benar ayahanda. Sekarang ibunda masih di hutan.” kata Bujang.

Raja Kramo Kratu Agung segera memeluk anaknya. 

Ia meminta maaf telah mengasingkan dan menyiakan-nyiakan ibunya. 

Raja mengaku tidak tahu bahwa Putri Rimas Bangesu saat diasingkan tengah mengandung. 

Sang Raja kemudian membatalkan pernikahannya dengan Putri Rambut Perak.

Putri Rimas Bangesu Kembali Ke Istana

Keesokan harinya, Sang Raja bersama Bujang Awang Tabuang beserta para prajurit pergi ke hutan tempat pengasingan Putri Rimas Bangesu untuk menjemputnya. 

Maka bertemulah kembali Raja Karmo Kratu Agung dengan istrinya Putri Rimas Bangesu. 

Keduanya berpelukan sambil menangis. 

Sang Raja kemudian membawa kembali istrinya ke istana Kerajaan Peremban Panas, menaiki kereta indah.

Akhirnya Bujang Awang Tabuang hidup berbahagia bersama kedua orang tuanya di istana Kerajaan Peremban Panas. 

Meski sudah tinggal di istana, Bujang Awang Tabuang tidak melupakan harimau dan kera yang telah menemaninya sejak kecil. 

Bujang kerap mengunjungi mereka dihutan. 

Ia biasa bercengkrama dengan mereka seperti saat ia kecil dahulu.

Cerita rakyat daerah Bengkulu, Bujang Awang Tabuang, menceritakan tentang seorang pemuda tampan lagi sakti mandraguna. Ia merupakan putra Raja Kramo Kratu Agung dan permaisurinya Putri Rimas Bangesu. Karena dianggap tidak mampu memberikan keturunan, Putri Rimas Bangesu diasingkan ke tengah hutan oleh suaminya sendiri atas nasehat penasehat kerajaan.

Referensi:
  1. Prahana, Naim Emel. 1988. Cerita Rakyat Dari Bengkulu 2, Jakarta: Grasindo
  2. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  3. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Baca juga cerita rakyat Bengkulu lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar