Alkisah dahulu kala, di suatu siang terik, nampak seorang kakek tua berjalan tertatih sambil menggendong sebuah jala melewati pendopo istana kerajaan Keramat Riak. Si kakek tampak begitu lelah. Rupanya, ia baru saja pulang dari sungai mencari ikan.
Ia memutuskan untuk duduk beristirahat di depan pendopo istana yang selalu dijaga ketat oleh dua orang prajurit kerajaan.
Jala milik Si kakek yang memakai pemberat dari rantai emas diletakkannya di tanah.
Rantai jala itu nampak berkilau diterpa sinar matahari sehingga menarik perhatian kedua prajurit penjaga pendopo istana.
Jala milik Si kakek yang memakai pemberat dari rantai emas diletakkannya di tanah.
Rantai jala itu nampak berkilau diterpa sinar matahari sehingga menarik perhatian kedua prajurit penjaga pendopo istana.
“Kakek baru pulang mencari ikan ya? Jala milik Kakek bagus sekali, terlihat berkilau dari kejauhan.” tanya seorang prajurit.
“Iya, Tuan! Ini jala warisan orang tua Kakek. Setiap hari Kakek menggunakannya untuk mencari ikan. Oh ya, bolehkah Kakek menumpang shalat dhuhur di pendopo istana?” kata si kakek.
“Oh ya boleh… boleh… Silahkan Kakek shalat di pendopo” jawab kedua prajurit.
Si kakek tua kemudian memasuki pendopo istana untuk melaksanakan shalat dhuhur.
Sementara jala miliknya dibiarkan tergeletak di luar pendopo istana.
Saat kakek tengah shalat, kedua prajurit penjaga merasa penasaran dengan jala si kakek.
Keduanya melihat jala tersebut dengan seksama, ternyata dugaan mereka berdua benar bahwa rantai jala itu terbuat dari emas.
Namun, betapa terkejutnya mereka saat hendak mengangkat jala itu yang ternyata sangat berat dan seolah-olah menempel di tanah.
Sementara jala miliknya dibiarkan tergeletak di luar pendopo istana.
Saat kakek tengah shalat, kedua prajurit penjaga merasa penasaran dengan jala si kakek.
Keduanya melihat jala tersebut dengan seksama, ternyata dugaan mereka berdua benar bahwa rantai jala itu terbuat dari emas.
Namun, betapa terkejutnya mereka saat hendak mengangkat jala itu yang ternyata sangat berat dan seolah-olah menempel di tanah.
“Bukan main, rantai jala ini berat sekali?” ujar salah seorang prajurit.
Kemudian kedua prajurit tersebut bersama-sama berusaha mengangkat jala milik si kakek.
Namun jala itu tidak bergeser sedikit pun.
Melihat keanehan itu, salah seorang dari prajurit tersebut segera bergegas memasuki istana untuk melaporkan kejadian aneh tersebut kepada Raja Riak Bakau.
Mendengar laporan si prajurit, segera saja Raja Riak Bakau diiringi beberapa pengawalnya menemui kakek tua pemilik jala.
Namun jala itu tidak bergeser sedikit pun.
Melihat keanehan itu, salah seorang dari prajurit tersebut segera bergegas memasuki istana untuk melaporkan kejadian aneh tersebut kepada Raja Riak Bakau.
Mendengar laporan si prajurit, segera saja Raja Riak Bakau diiringi beberapa pengawalnya menemui kakek tua pemilik jala.
Raja Riak Bakau Meminta Jala Emas
“Apa benar Kakek adalah pemilik jala emas?” tanya Raja Riak Bakau pada si Kakek.
“Ampun, Baginda. Benar Hamba adalah pemilik jala emas itu. Terimakasih telah mengizinkan Hamba melaksanakan shalat dhuhur di pendopo istana. Sekarang mohon izinkanlah hamba pergi.” pinta kakek.
“Jangan pergi dulu, Kek! Aku ada perlu dengan Kakek. Hai, Kakek budiman. Bolehkah aku memiliki jala rantai emasmu milikmu?” kata Raja Riak Bakau.
“Maafkan hamba Baginda. Bukannya hamba bermaksud mengecewakan hati Baginda. Hamba belum bisa memenuhi permintaan Baginda. Jala ini satu-satunya harta milik hamba” jawab kakek.
Mendengar jawaban kakek, Raja Riak Bakau merasa sangat marah karena baru kali ini ada orang berani menolak permintaannya.
“Hai, Kakek! Engkau pasti tahu, Aku adalah penguasa di negeri ini. Siapa pun yang menginjak tanah negeri ini harus tunduk padaku.” jawab Raja Riak Bakau gusar.
Si Kakek tidak takut terhadap ancaman Raja.
Ia tetap tak mau memberikan jala emasnya kepada Raja Riak Bakau.
Tentu saja sikap si kakek membuat Raja Riak Bakau bertambah marah.
Ia tetap tak mau memberikan jala emasnya kepada Raja Riak Bakau.
Tentu saja sikap si kakek membuat Raja Riak Bakau bertambah marah.
“Hai, Kakek! Serahkan jalamu milikmu sekarang juga atau aku sendiri yang akan mengambilnya!” teriak Raja Riak Bakau.
“Silakan saja, jika Baginda sanggup mengangkatnya” kata kakek.
Raja Riak Bakau naik pitam merasa diremehkan oleh kakek.
Ia kemudian segera mengangkat jala rantai emas dengan segenap kekuatannya.
Namun anehnya, jala itu tidak bergerak sedikit pun.
Meskipun ia telah memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membantu mengangkatnya, namun tetap saja jala emas tak bisa diangkat.
Kendati demikian, Raja Riak Bakau tidak kehabisan akal.
Ia kemudian segera mengangkat jala rantai emas dengan segenap kekuatannya.
Namun anehnya, jala itu tidak bergerak sedikit pun.
Meskipun ia telah memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membantu mengangkatnya, namun tetap saja jala emas tak bisa diangkat.
Kendati demikian, Raja Riak Bakau tidak kehabisan akal.
“Baiklah, Kek! Aku mengakui jala emas milikmu sulit diangkat. Bagaimana kalau kita mengadu ayam saja. Jika ayam aduanku kalah, kakek boleh memiliki semua harta serta kekuasaanku. Tapi, jika ayam aduan kakek kalah, jala rantai emas milikmu harus menjadi milikku” tantang Raja Riak Bakau.
Sabung Ayam
Semula si kakek menolak, namun karena terus didesak oleh Raja Riak Bakau akhirnya ia pun menerima tantangan Raja.
Akhirnya disepakati bahwa pertandingan sabung ayam akan dilaksanakan di depan istana tiga hari kemudian.
Akhirnya disepakati bahwa pertandingan sabung ayam akan dilaksanakan di depan istana tiga hari kemudian.
Kabar mengenai pertandingan sabung ayam Raja Riak Bakau tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri.
Di hari yang telah ditentukan, pertandingan sabung ayam segera dimulai dengan disaksikan seluruh rakyat Negeri Keramat Riak.
Si kakek tua membawa seekor ayam aduan bertubuh kurus, sedangkan ayam aduan milik Raja Riak Bakau bertubuh besar.
Melihat ayam aduan si kakek tua, Raja Riak Bakau merasa yakin akan memenangkan pertandingan dengan mudah.
Di hari yang telah ditentukan, pertandingan sabung ayam segera dimulai dengan disaksikan seluruh rakyat Negeri Keramat Riak.
Si kakek tua membawa seekor ayam aduan bertubuh kurus, sedangkan ayam aduan milik Raja Riak Bakau bertubuh besar.
Melihat ayam aduan si kakek tua, Raja Riak Bakau merasa yakin akan memenangkan pertandingan dengan mudah.
Begitu gong dibunyikan sebagai tanda pertandingan sabung ayam dimulai, Raja Riak Bakau dan si kakek tua segera melepaskan ayam aduan milik mereka masing-masing di arena pertarungan.
Kedua ayam aduan langsung berhadap-hadapan untuk bertarung.
Ayam aduan Raja Riak Bakau langsung menyerang secara bertubi-tubi sehingga ayam aduan si kakek harus melompat ke sana-kemari menghindari serangan.
Ayam si kakek tua sesekali jatuh terkena tendangan kaki ayam aduan Raja Riak Bakau.
Namun, setelah beberapa lama adu ayam berlangsung, ayam aduan Raja Riak Bakau mulai kelelahan.
Justru kini ayam aduan kakek tua yang menyerang secara ganas.
Hanya sekali tendang, ayam aduan Raja Riak Bakau langsung jatuh.
Ayam aduan Raja Riak Bakau akhirnya tak bisa melanjutkan pertarungan.
Kedua ayam aduan langsung berhadap-hadapan untuk bertarung.
Ayam aduan Raja Riak Bakau langsung menyerang secara bertubi-tubi sehingga ayam aduan si kakek harus melompat ke sana-kemari menghindari serangan.
Ayam si kakek tua sesekali jatuh terkena tendangan kaki ayam aduan Raja Riak Bakau.
Namun, setelah beberapa lama adu ayam berlangsung, ayam aduan Raja Riak Bakau mulai kelelahan.
Justru kini ayam aduan kakek tua yang menyerang secara ganas.
Hanya sekali tendang, ayam aduan Raja Riak Bakau langsung jatuh.
Ayam aduan Raja Riak Bakau akhirnya tak bisa melanjutkan pertarungan.
Walaupun ayam aduannya kalah, Raja Riak Bakau masih belum bisa menerima kekalahannya.
Raja tentu saja tak ingin kehilangan seluruh kekuasaannya.
Kemudian ia menantang lagi kakek tua untuk bertarung. Tapi si kakek kembali menolak tantangan raja.
Raja tentu saja tak ingin kehilangan seluruh kekuasaannya.
Kemudian ia menantang lagi kakek tua untuk bertarung. Tapi si kakek kembali menolak tantangan raja.
“Mohon ampun Baginda Raja. Hamba tidak ingin bertarung karena tak ada manfaatnya. Bagaimana kalau hasil pertandingan tadi kita anggap impas. Hamba tak akan menuntut apapun dari Baginda, tapi izinkanlah hamba pergi membawa jala rantai emas milik hamba ini.” jawab si kakek hati-hati.
Raja Riak Bakau akhirnya mengambulkan permintaan kakek tua.
Sebelum pergi, kakek tua mampir terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat di pendopo istana, sementara jala emas miliknya ia diletakkan di depan pendopo.
Ternyata diam-diam Raja Riak Bakau bersama pengawalnya membuntuti si kakek. Raja nampaknya masih berminat untuk memiliki jala rantai emas.
Ketika melihat kakek tua tengah khusyuk shalat, Raja Riak Bakau segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya lalu menusuk tubuh si kakek dari belakang.
Tapi sungguh ajaib, walau terluka parah, si kakek masih dapat menyelesaikan shalatnya.
Sebelum pergi, kakek tua mampir terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat di pendopo istana, sementara jala emas miliknya ia diletakkan di depan pendopo.
Ternyata diam-diam Raja Riak Bakau bersama pengawalnya membuntuti si kakek. Raja nampaknya masih berminat untuk memiliki jala rantai emas.
Ketika melihat kakek tua tengah khusyuk shalat, Raja Riak Bakau segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya lalu menusuk tubuh si kakek dari belakang.
Tapi sungguh ajaib, walau terluka parah, si kakek masih dapat menyelesaikan shalatnya.
Raja Menjadi Kera
Usai mengucapkan salam, kakek misterius kemudian mengambil lidi.
Lidi tersebut ia tancapkan di empat sudut pendopo istana.
Si kakek tua kemudian pergi meninggalkan negeri Keramat Riak dalam kondisi terluka parah.
Setelah si kakek pergi, beberapa prajurit berusaha mencabut lidi itu, namun tak seorang pun berhasil.
Akhirnya, terpaksa Raja Riak Bakau sendiri yang mencabutnya.
Begitu lidi-lidi tersebut tercabut, air menyembur keluar dengan derasnya.
Makin lama semburan air semakin deras sehingga dalam waktu sekejap air menggenangi seluruh negeri Keramat Riak.
Seluruh rakyat Keramat Riak berhamburan berusaha menyelamatkan diri.
Ada yang berlari ke gunung, sedangkan Raja Riak Bakau beserta pengikutnya berusaha memanjat pohon tinggi agar tidak terkena luapan air yang sudah hampir menenggelamkan seluruh negeri Keramat Riak.
Lidi tersebut ia tancapkan di empat sudut pendopo istana.
Si kakek tua kemudian pergi meninggalkan negeri Keramat Riak dalam kondisi terluka parah.
Setelah si kakek pergi, beberapa prajurit berusaha mencabut lidi itu, namun tak seorang pun berhasil.
Akhirnya, terpaksa Raja Riak Bakau sendiri yang mencabutnya.
Begitu lidi-lidi tersebut tercabut, air menyembur keluar dengan derasnya.
Makin lama semburan air semakin deras sehingga dalam waktu sekejap air menggenangi seluruh negeri Keramat Riak.
Seluruh rakyat Keramat Riak berhamburan berusaha menyelamatkan diri.
Ada yang berlari ke gunung, sedangkan Raja Riak Bakau beserta pengikutnya berusaha memanjat pohon tinggi agar tidak terkena luapan air yang sudah hampir menenggelamkan seluruh negeri Keramat Riak.
Raja Riak Bakau beserta pengikutnya yang memanjat ke atas pohon berhasil selamat dari banjir.
Akan tetapi, Tuhan murka kepada perbuatan keji mereka.
Tiba-tiba saja langit menjadi gelap.
Beberapa saat kemudian, hujan deras turun disertai angin kencang.
Raja Riak Bakau yang berada di atas pohon beserta pengikutnya terombang-ambing diterpa angin kencang.
Pada saat itulah terdengar suara misterius menggema dari balik awan.
Akan tetapi, Tuhan murka kepada perbuatan keji mereka.
Tiba-tiba saja langit menjadi gelap.
Beberapa saat kemudian, hujan deras turun disertai angin kencang.
Raja Riak Bakau yang berada di atas pohon beserta pengikutnya terombang-ambing diterpa angin kencang.
Pada saat itulah terdengar suara misterius menggema dari balik awan.
“Wahai kalian, Raja Riak Bakau yang kejam! Wahai kalian seluruh rakyat kerajaan Keramat Riak! Tetaplah kalian seperti itu, bergelantungan seperti kera” begitulah kata-kata dari suara misterius.
Setelah suara misterius hilang, tiba-tiba Raja Riak Bakau dan seluruh rakyatnya yang selamat menjelma menjadi kera.
Kemudian hujan deras menjadi reda.
Cuaca kembali cerah.
Air pun mulai surut sehingga yang terlihat hanya kera-kera bergelantungan di atas pohon.
Lama-kelamaan negeri Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan rimba yang dihuni oleh kawanan kera.
Sementara, si kakek tua misterius telah menghilang entah ke mana.
Kemudian hujan deras menjadi reda.
Cuaca kembali cerah.
Air pun mulai surut sehingga yang terlihat hanya kera-kera bergelantungan di atas pohon.
Lama-kelamaan negeri Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan rimba yang dihuni oleh kawanan kera.
Sementara, si kakek tua misterius telah menghilang entah ke mana.
Makam Keramat Riak
Beberapa tahun kemudian, beberapa awak kapal dari Cina mendarat di hutan lebat Keramat Riak.
Konon, mereka adalah para pedagang yang pernah ditolong oleh si kakek tua misterius.
Mereka datang untuk memenuhi pesan sang kakek agar dibuatkan makam di Keramat Riak.
Mereka pun membuat sebuah makam megah di hutan Keramat Riak.
Pada nisan makam tertulis, Syekh Abdullatif, yang konon merupakan nama dari kakek misterius.
Selanjutnya, masyarakat menyebut makam Syekh Abdullatif dengan nama makam Keramat Riak.
Konon, mereka adalah para pedagang yang pernah ditolong oleh si kakek tua misterius.
Mereka datang untuk memenuhi pesan sang kakek agar dibuatkan makam di Keramat Riak.
Mereka pun membuat sebuah makam megah di hutan Keramat Riak.
Pada nisan makam tertulis, Syekh Abdullatif, yang konon merupakan nama dari kakek misterius.
Selanjutnya, masyarakat menyebut makam Syekh Abdullatif dengan nama makam Keramat Riak.
Demikianlah, Keramat Riak yang merupakan sebuah cerita rakyat Bengkulu. Di Provinsi Bengkulu ada sebuah daerah bernama Keramat Riak. Dahulu, daerah tersebut ditinggali oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang raja kejam bernama Riak Bakau. Raja Riak Bakau tidak segan-segan akan menghukum siapa saja yang berani menentangnya. Hingga suatu ketika, ada sebuah kejadian yang membuat Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan lebat dan seluruh penduduknya menjelma menjadi kera.
Referensi:
- Prahana, Naim Emel. 1988. Cerita Rakyat Dari Bengkulu 2, Jakarta: Grasindo
- Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
- Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Baca juga cerita rakyat Bengkulu lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar