Pada zaman dahulu, ketika Jakarta masih bernama Batavia dan masih dijajah Belanda, terjadi sebuah perampokan di rumah Babah Yong. Babah Yong merupakan keturunan etnis Tionghoa yang sangat kaya raya di daerah Kemayoran. Peristiwa perampokan itu menyebabkan kegemparan bagi masyarakat Kemayoran. Peristiwa ini akhirnya ditangani oleh pihak yang berwajib.
Seorang lurah dan pemimpin Belanda saat itu, Tuan Ruys, menyelidiki kasus perampokan di rumah Babah Yong. Tuan Ruys yang menyimpan dendam terhadap anak muda yang berama Asni langsung beranggapan bahwa Asni lah dalang dari perampokan tersebut. Asni adalah pemuda gagah perkasa, dia adalah seorang pemuda Kemayoran yang berani terhadap Belanda. Sikapnya yang tegas dianggap sebagai pembangkangan kepada Belanda. Menurut Asni, Belanda adalah kaum penjajah yang mesti angkat kaki dari daerahnya. Sehingga, Asni tidak segan-segan untuk tidak bersikap hormat terhadap Belanda yang berada di kampungnya.
“Aku sudah tau siapa pelakunya, pelakunya adalah Asni. Tangkap Asni sekarang juga !” perintah Tuan Ruys.
“Baik Tuan Ruys,” jawab sang lurah.
Asni ditangkap oleh Tuan Ruys
Seketika, Asni pun ditangkap di rumahya. Asni sempat memberontak dan menepis bahwa dia bukanlah dalang dari perampokan tersebut.
“Saya bukanlah perampok di rumah Babah Yong. Malam itu saya hanya berada di rumah !” jawab Asni dengan tegas.
“Anda sebaiknya kami bawa ke kantor untuk menemui Tuan Ruys. Ayo cepat !” kata petugas kepolisian Belanda sambil menodongkan senjata dan memborgol kedua tangan Asni.
Akhirnya, Asni mengikuti perintah mereka untuk menemui Tuan Ruys di kantornya. Asni pun sudah mengetahui bahwa Tuan Ruys tidak menyukai keberadaannya di Kemayoran.
Setelah sampai di kantor Tuan Ruys, Asni ditodong dengan berbagai pertanyaan, agar Asni harus mengakui perbuatannya. Namun Asni tetap menyanggah tuduhan-tuduhan itu. Dia tetap mengatakan bahwa dirinya berada di rumah dan banyak saksi yang melihat dirinya di rumah. Pernyataan tersebut membuat Tuan Ruys geram dan menyuruh petugas opas untuk menjebloskan Asni ke dalam penjara. Terlebih, ketika Asni sempat membantah dengan suara yang keras sambil memukul meja Tuan Ruys. Tuan Ruys sangat geram dengan sikap Asni.
Perlawanan Asni tidak sendiri. Ternyata, di luar kantor, banyak masyarakat Kemayoran yang membantah tuduhan Tuan Ruys. Mereka berteriak untuk membebaskan pemuda yang bernama Asni.
“Bebaskan Asni sekarang juga....! bebaskan Asni sekarang juga ....!” mereka serempak berteriak di luar gedung.
Melihat kejadian tersebut, Tuan Ruys keluar dari kantornya. “Ada apa kalian ?” tanya Tuan Ruys.
“Tuan Ruys, kami mengetahui bahwa Asni bukanlah pelakunya. Tadi malam, kami melihat Asni berada di rumahnya,” jelas salah satu warga Kemayoran.
“Ahhhhhh tidak mungkin,” sergah Tuan Ruys.
Namun, massa yang datang pada saat itu cukup banyak dan selalu meneriakan kalimat “Bebaskan Asni....bebaskan Asni...pemuda yang tidak bersalah.” Hal tersebut membuat Tuan Ruys merasa malu hingga akhirnya menimbang keputusannya untuk tidak menjebloskan Asni ke dalam penjara. Terlebih, tuduhan tersebut tidak ada bukti sama sekali.
Tuan Ruys menyuruh opas untuk membuka borgol di tangan Asni, sebagai tanda bahwa Asni dibebaskan. Namun, kebencian Tuan Ruys semakin memuncak, dia menghampiri Asni dengan perlahan.
“Asni, kamu boleh bebas saat ini. Tapi kamu harus bisa memenuhi syarat yang saya ajukan !” jelas Tuan Ruys sambil menatap kedua bola mata Asni.
“Syarat apa Tuan ?” tanya Asni sambil menatap wajah Tuan Ruys.
“Kau harus menangkap siapa perampoknya ! Jika tidak, kau akan kujebloskan lagi ke penjara,” kata Tuan Ruys.
Asni menyanggupi, dia akhirnya dibebaskan. Meskipun kesal dengan sikap Tuan Ruys yang semena-mena memenjarakan dirinya, dia pun penasaran terhadap siapa yang melakukan perampokan di rumah Babah Yong.
Asni pergi ke Kampung Marunda
“Saya harus mengetahui siapa yang melakukan perampokan tersebut. Jangan-jangan bukan orang kampung sini,” gumam Asni.
Keesokan harinya, Asni berniat ke Kampung Marunda. Dia berjalan kaki ke kampung tetangganya untuk mencari infomasi mengenai siapa pelaku perampokan di rumah Babah Yong. Kampung Marunda adalah kampung tetangga dari Kemayoran.
Ketika sampai di perbatasan antara Kampung Kemayoran dengan Kampung Marunda, Asni dihadang oleh sekelompok orang. Sekelompok orang tersebut berasal dari Kampung Marunda. Asni tidak melihat orang-orang tersebut, hingga akhirnya sekelompok orang dari Kampung Marunda merasa kesal dengan sikap Asni.
“Hei, berani-beraninya kamu masuk tanpa meminta izin dari kami !” kata salah seorang penjaga Kampung Marunda kepada Asni.
“Maaf Bang, saya tidak melihat abang-abang semua,” jawab Asni.
“Ahhhh alasan, kamu sebenarnya ingin menyepelekan kami kan ?” sanggah salah satu dari mereka.
Akibat kesalahpahaman itu, terjadilah perkelahian antara Asni dengan penjaga kampung sebelah. Mereka berjumlah 5 orang dan siap menyerang Asni secara membabi-buta. Namun Asni memiliki keahlian bela diri yang tinggi. Asni dapat menangkis serangan-seragan dari mereka, pukulan dan tendangan Asni dapat membuat mereka roboh tidak berdaya. Penjaga Kampung Marunda akhirnya lari tunggang langgang karena Asni dapat mengalahkan mereka.
Mereka akhirnya mengadu kepada Kang Bodong, Kang Bodong adalah pendekar tersohor dan dianggap senior di Kampung Marunda. Mendengar kejadian tersebut, Kang Bodong akhirnya mencari pemuda yang berusaha masuk ke kampungnya. Sang pemuda itu ditemukan Kang Bodong tidak jauh dari tempat kejadian perkelahian.
Tanpa pikir panjang, Kang Bodong menyerang pemuda yang bernama Asni itu. Pukulan serta tendangan yang dilancarkan Kang Bodong hanya ditangkis oleh Asni. Asni tau, Kang Bodong adalah pendekar sepuh yang harus dihormati, untuk itu Asni tidak melakukan pukulan dan serangan terhadap Kang Bodong.
Kang Bodong akhirnya berhenti untuk melakukan serangan karena dirinya kehabisan tenaga setelah menghadapi Asni. Akhirnya Asni angkat bicara bahwa dirinya bermaksud datang ke Kampung Marunda untuk mencari siapa perampok di rumah Babah Yong.
Sebelum Kang Bodong menanggapi pernyataan Asni, munculah serangan tiba-tiba dari seorang gadis. Sang gadis menyerang Asni dengan cukup lincah dan gerakan silat yang menipu. Asni lumayan kewalahan dengan serangan seorang gadis itu. Namun, akhirnya Asni dapat menguasai serangan dari gadis tersebut. Terlebih ketika baju sang gadis sempat tersangkut di dahan pohon, Asni pun menebas dahan pohon itu hingga tubuh sang gadis dapat ditangkap oleh Asni.
Asni bertemu dengan jodohnya, Mirah
“Lepaskan saya.... !” perintah sang gadis kepada Asni.
Asni hanya terpaku melihat rupa si gadis “cantik juga nih,” gumam Asni.
“Apa..?” tanya sang gadis dengan raut merah padam.
“Eh... ngga,” Asni pun malu dengan ucapannya tadi. Dia mulai salah tingkah.
“Mirah.... Mirah....,” seru Kang Bodong sambil tertawa. “Ternyata ada seorang pemuda yang bisa menaklukan ilmu silat putri saya.”
Asni terkejut, ternyata gadis itu adalah putri dari Kang Bodong yang bernama Mirah. Mirah adalah seorang pendekar wanita yang memiliki ilmu silat yag cukup tinggi. Di Kampung Marunda, belum ada yang bisa mengalahkan kemampuan silat Mirah.
“Asni, kau berhak untuk menikahi anak gadisku,” kata Kang Bodong sambil tersenyum.
Asni pun tertunduk malu, dia rupanya menaruh hati kepada gadis yang baru saja ditemuinya, Mirah. “Kalau Mirah mau, saya setuju saja,” jawab Asni sambil tertunduk malu.
“Saya sudah berjanji, jika ada pemuda yang mampu mengalahkan silatnya, maka pemuda itu berhak untuk menikahi Mirah,” lanjut Kang Bodong.
Mirah yang cantik dan pemberani semakin tertunduk malu. Demikian pula dengan Asni, dia tidak menyangka bahwa akan menemukan jodohnya di Kampung Marunda. Padahal, tujuan utamanya yaitu mencari kawanan perampok yang mencuri di rumah Babah Yong.
Kang Bodong akhirnya mengajak Asni untuk menceritakan perihal perampokan di rumah Babah Yong. Konon, Babah Yong terkenal hingga di luar daerah kemayoran. Mendengar penjelasan dari Asni, Kang Bodong akhirnya yakin bahwa pelaku perampokan adalah Tirta. Sebab Tirta dikenal sebagai berandalan Marunda yang sudah sejak lama berniat merampok rumah Babah Yong.
Tirta berniat membunuh Asni
Beberapa waktu kemudian, pernikahan Asni dengan Mirah dilangsungkan. Banyak tamu undangan berdatangan, termasuk Tuan Ruys, lurah, dan Babah Yong. Ternyata Tirta juga ikut dalam pesta hajatan pernikahan Asni dan Mirah. Tirta ternyata memiliki niat buruk. Dia akan membunuh Asni karena telah mengetahui bahwa pemuda tersebut akan menangkapnya untuk dibawa ke opas Kemayoran.
Gerak-gerik Tirta akhirnya diketahui oleh Kang Bodong. Kang Bodong terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Tirta. Dengan pelan, Tirta mempersiapkan sesuatu di balik saku bajunya. Kang Bodong yakin bahwa di balik saku baju Tirta adalah pistol. Dengan sigap, Kang Bodong menghentikan gerakan Tirta, tarik-menarik terjadi antara Kang Bodong dengan Tirta. Hingga akhirnya, pistol tersebut mengeluarkan peluru dan menghujani salah satu tubuh mereka.
Suara senjata api tersebut menimbulkan keributan. Para undangan saling berlari menyelamatkan diri. Mereka berteriak dan terkejut mendengarkan ledakan pistol. Tidak disangka, ternyata peluru bersarang di tubuh Tirta. Akhirnya Tirta dilarikan ke rumah sakit. Karena kehabisan darah, Tirta meninggal dunia di perjalanan.
Sepasang pendekar dari Kemayoran
Setelah kematian Tirta, warga Kemayoran merasa aman, karena tidak ada lagi gangguan seperti perampokan dan pencurian. Terlebih ketika Asni dan Mirah telah menikah, Asni membawa istrinya ke Kemayoran. Sehingga Kemayoran memiliki sepasang pendekar yang merupakan suami istri, yaitu Asni dan Mirah.
Kisah Sepasang pendekar kemayoran adalah sebuah cerita rakyat yang berasal dari ibukota, Jakarta. Cerita ini berasal dari suku Betawi, menceritakan tentang seorang pemuda gagah berani yang bernama Asni. Asni adalah pemuda kampung Kemayoran yang dituduh sebagai perampok di rumah Babah Yong. Bagaimana cara Asni untuk menepis tuduhan bahwa dia adalah bukanlah dalang perampokan yang digencarkan Tuan Ruys (penguasa Belanda saat itu) ?
Demikianlah cerita rakyat dari Betawi yang berjudul Sepasang Pendekar Kemayoran. Hikmah yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah jadilah orang yang pemberani menegakan kebenaran, maka suasana aman dan damai akan tercipta. Semoga cerita ini bermanfaat dan terimakasih telah berkunjung.
Cerita Rakyat Jakarta lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar