17 Juni 2021

Murtado Macan Kemayoran, Cerita Rakyat Betawi

Pada masa penjajahan Belanda, hidupah seorang pemuda yang bernama Murtado. Pemuda tampan dan gagah perkasa ini tinggal di daerah Kemayoran. Meskipun memiliki ilmu silat yang tinggi, Murtado enggan menjadi pegawai atau kaki tangan pemerintahan Hindia Belanda.
Murtado Macan Kemayoran, Cerita Rakyat Betawi

Meskipun Murtado adalah pemuda baik dan senang membantu orang yang lemah, ada saja yang tidak suka dengan kehadirannya. Bek Lihun dan Mandor Bacan yang merupakan kaki tangan Belanda tidak menyukai keberadaan pemuda tersebut. Mereka sangat kesal dengan Murtado yang anti terhadap penjajah Belanda. Pertengkaran antara mereka akhirnya memuncak ketika Mandor Bacan menggoda kekasih Murtado pada acara derapan padi. Mandor Bacan bertugas menjadi pengawas jalannya acara.

“Bang Mandor Bacan, tolong jangan ganggu kekasih saya,” kata Murtado dengan tegas, melihat kekasihnya diganggu dan dirayu oleh Mandor Bacan.

“Memangnya kenapa, heh ? Saya bebas mau suka sama siapa, dasar anak muda sok pahlawan !” ledek Mandor Bacan kepada Murtado.

Murtado yang sudah lama tidak nyaman dengan kehadiran Mandor Bacan langsung menawarkan perkelahian. Perihal itu disambut oleh Mandor Bacan. Mereka akhirnya mengeluarkan jurus silat masing-masing. Ternyata, ilmu silat Murtado jauh lebih tinggi dibanding Mandor Bacan. Hal tersebut membuat Mandor Bacan kewalahan.

Mandor Bacan akhirnya lari tunggang langgang menghindari serangan Murtado. Tindakan Murtado tersebut dilaporkan Mandor Bacan kepada Bek Lihun. Bek Lihun akhirnya menggunakan siasat untuk menjebak Murtado. Siasat demi siasat untuk menjebak Murtado selalu dilakukan bertubi-tubi oleh Bek Lihun dan Mandor Bacan. Namun, akhirnya siasat tersebut tidak berguna. Murtado lebih cerdas dan jeli dibandingkan lawannya, Bek Lihun dan Mandor Bacan.

Bek Lihun dan Mandor Bacan berdamai dengan Murtado

Menurut cerita rakyat Betawi, Bek Lihun dan Mandor Bacan akhirnya memilih berdamai saja dengan pemuda yang bernama Murtado tersebut. Dalam hati kecil mereka, mereka tau bahwa Murtado adalah pemuda yang baik.

Pada suatu ketika, Bek Lihun pergi mendatangi Murtado. Tujuan kedatangan Bek Lihun adalah meminta Murtado untuk menumpas perampokan yang dilakukan oleh Warsa dan anak buahnya.

“Murtado, saya meminta bantuanmu,” pinta Bek Lihun.

“Bantuan apa yang saya lakukan, Bapak Bek Lihun ?” tanya Murtado.

“Kawanan perampok yang dipimpin oleh Warsa sangat mengganggu penduduk Kemayoran. Banyak masyarakat Kemayoran yang menjadi jatuh miskin karena dirampok oleh mereka. Belanda sudah menegurku berkali-kali agar bisa menumpas perampokan itu. Saya meminta bantuanmu untuk menumpas perampokan tersebut,” jelas Bek Lihun kepada Murtado.

“Baiklah Pak Bek Lihun. Aku pasti akan membantu untuk menumpas perampokan itu. Tujuan aku untuk menumpas perampokan semata-mata demi rakyat, demi masyarakat di daerah ini. Aku berkewajiban melindungi mereka. Jadi tujuanku bukanlah untuk menolong pemerintah kaum penjajah Belanda. Tolong, cam kan baik-baik Bapak Bek Lihun,” jelas Murtado panjang lebar.

“Baiklah, saya tau kamu orang yang baik dan suka menolong masyarakat, Murtado,” kata Bek Lihun.

Murtado menumpas perampokan yang dipimpin Warsa

Akhirnya Murtado menyusun rencana untuk menumpas perampokan yang dipimpin Warsa. Untuk menumpas perampokan itu, Murtado meminta bantuan kepada temannya, Saomin dan Sarpin.

“Kita harus berhasil memberantas perampokan tersebut. Rakyat semakin menderita akibat perampokan yang dilakukan oleh Warsa,” kata Murtado kepada teman-temannya.

“Langkah apa yang harus kita lakukan, Bang ?” tanya Saomin kepada Murtado.

“Kita langsung saja ke daerah Tambun dan Bekasi, Warsa dan anak buahnya bermarkas di sana,” kata Murtado.

“Berarti kita harus ke sana ?” tanya Sarpin.

“Betul, malam ini juga,” kata Murtado dengan yakin.

Ternyata Warsa dan anak buahnya tidak ada di markas. Dengan mengandalkan pertanyaan demi pertanyaan kepada orang-orang yang berpapasan dengan mereka, Murtado mendapatkan jawaban bahwasanya Warsa dan anak buahnya sedang berada di Karawang.

Akhirnya mereka bertemu dengan Warsa dan anak buahnya. Pertempuran terjadi dan tidak dapat dielakkan lagi. Mereka beradu silat dengan sangat cepat. Murtado cukup kewalahan dengan jurus silat yang dimiliki oleh Warsa. Bahkan, Warsa sempat mengejek ilmu silat yang dimiliki oleh Murtado.

“Ilmu silat apa yang kau miliki, hei anak muda ?! ha.. ha.. haa..., kamu tidak mungkin mengalahkan aku !” jelas Warsa kepada Murtado.

Murtado tidak patah semangat dengan ejekan itu, dia tetap melakukan serangan kepada Warsa. Sedangkan Saomin dan Sarpin meladeni perkelahian dengan anak buah Warsa.

Beberapa kali Warsa mengejek kemampuan silat Murtado, namun hal tersebut tidak digubris, malah menimbulkan semangat bagi Murtado untuk mengalahkan Warsa. Murtado ingat bahwa masyarakat Kemayoran membutuhkan bantuannya untuk mengalahkan kawanan perampok yang dipimpin Warsa.

Akhirnya Warsa dapat dikuasai Murtado. Murtado dapat mengalahkan Warsa dan Warsa akhirnya tewas. Anak buah Warsa akhirnya meminta maaf atas perbuatan mereka.

Dengan tegas, Murtado meminta kepada anak buah Warsa untuk menujukkan dimana barang hasil rampokan mereka. Setelah anak buah Warsa memberikan barang hasil merampok, mereka akhirnya diampuni oleh Murtado.

Barang-barang tersebut akhirnya masing-masing dikembalikan kepada pemiliknya. Para penduduk daerah Kemayoran akhirnya bersyukur dan bersuka cita dengan keberhasilan Murtado dalam menumpas perampokan yang dipimpin oleh Warsa. Masyarakat menjadi merasa aman, tentram, dan damai.

Murtado ditawari menjadi petinggi Kemayoran

Berselang dari kejadian itu, Bek Lihun dan petinggi Belanda mendatangi Murtado. Mereka bangga dan kagum dengan keberhasilan Murtado.

“Murtado, kau adalah pemuda gagah dan pemberani. Untuk menghargai jasa-jasamu, saya menyarankan kepada pemerintah Belanda untuk mengangkat engkau menjadi pemimpin daerah Kemayoran, menggantikan diriku,” kata Bek Lihun sambil tersenyum.

Mendengar ucapan tersebut membuat Murtado terdiam. Murtado ingat bahwa bantuannya hanya semata-mata untuk menolong rakyat.

“Maafkan saya Bapak Bek Lihun, tujuan saya menumpas pemberontakan tersebut semata-mata untuk membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan saya. Saya lebih baik menjadi rakyat biasa. Biarkanlah saya berjuang dengan jalan saya sendiri,” kata Murtado sambil tersenyum.

Bek Lihun terdiam, ucapan Murtado itu memang benar. Dia menyimpan rasa kagum terhadap anak muda itu. Dia memiliki hati mulia dan bijaksana. Betapa dia tidak tergiur dengan harta, pangkat dan jabatan jika memang akan menjadikan dia menjadi seorang kaki tangan penjajah Belanda.

Murtado tetaplah Murtado, seorang pendekar Kemayoran yang memilih menjadi rakyat biasa. Namun kharismanya tetap berada di hati sanubari masyarakat, sehingga Murtado dijuluki sebagai Macan Kemayoran.

Murtado Macan Kemayoran adalah sebuah cerita rakyat yang berasal dari Betawi, Jakarta. Mengisahkan seorang pemuda tampan dan gagah berani bernama Murtado. Murtado adalah pemuda di wilayah Kemayoran yang hidup pada masa penjajahan Belanda. Pemuda tersebut sebenarnya tidak senang dengan penguasa Belanda. Meskipun dia memiliki kemampuan bela diri yang tinggi, Murtado tidak ingin menjadi kaki tangan Belanda. Karena sikapnya yang anti terhadap kaum penjajah, Murtado akhirnya juga dibenci oleh Bek Lihun dan Mandor Bacan. Bek Lihun dan Mandor Bacan adalah kaki tangan Belanda di lingkungan Kemayoran. 

Demikianlah cerita rakyat dari Betawi yang berjudul Murtado Macan Kemayoran. Hikmah cari cerita tersebut adalah kita harus menjadi seorang pemberani dalam membela hak-hak kaum yang lemah, berani membela kebenaran, dan selalu menjadi orang yang baik. semoga cerita ini bermanfaat dan terimakasih telah berkunjung di blog ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar