Pada zaman dahulu kala, tinggalah seorang pemuda yang hidup di desa. Pemuda tersebut sangat rajin bekerja. Dia bekerja di sebuah hutan yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Di suatu pagi yang cerah, dia pergi ke hutan dengan hati bahagia. Namun, langkah kakinya terhenti ketika kakinya tersandung sebuah baju di tepi sungai. Dia memperhatikan baju tersebut, baju itu sangat indah. Menyangka bahwa baju itu tidak ada pemiliknya, akhirnya sang pemuda mengambil baju tersebut lalu disimpannya.
Sang pemuda akhirnya melanjutkan perjalanan. Ketika di tengah jalan, seorang wanita cantik menemui sang pemuda dan bertanya tentang sesuatu hal.
“Permisi, apakah anda menemukan baju bidadariku ?” tanya sang wanita.
Sang pemuda terkejut melihat kecantikan wanita tersebut. Sang wanita sangat cantik layaknya bidadari. Karena sang pemuda baru mengetahui bahwa wanita di hadapannya adalah seorang bidadari, dia lantas berbohong. Pria itu berbohong karena telah jatuh cinta kepada sang wanita.
“Tidak, aku tidak menemukan baju bidadarimu,” jawab sang pria.
Sang wanita akhirnya tertunduk sedih. Dia tidak bisa membayangkan apabila dia tidak dapat kembali ke kahyangan. Sebab, baju bidadarinya tidak ditemukan kembali. Dia dapat terbang ke kahyangan apabila menggunakan baju bidadarinya.
Melihat kesedihan sang bidadari, akhirnya sang pemuda angkat bicara. Dia menawarkan agar wanita tersebut tinggal di rumahnya.
“Jika kamu tidak dapat kembali ke kahyangan, sebaiknya engkau tinggal bersamaku saja, aku akan menikahimu,” kata sang pemuda.
Akhirnya bidadari tersebut menyetujui ajakan sang pemuda. Mereka segera menikah dan tinggal bersama. Wanita tersebut akhirnya dikenal dengan Putri Tanabata.
Waktu demi waktu pun berlalu, tanpa diduga seekor merpati hinggap ke rumah Putri Tanabata dan sang pemuda. Merpati itu bermain-main di rumah mereka. Tanpa disadari, sang merpati menemukan baju bidadari Putri Tanabata. Merpati tersebut memainkan baju tersebut dengan mematuk-matukan paruhnya pada baju bidadari Putri Tanabata. Putri Tanabata terkejut sekaligus kegirangan karena telah menemukan baju bidadarinya. Di tidak sabar untuk kembali ke kahyangan.
Sebenarnya, Putri Tanabata juga sedih apabila pergi meninggalkan suaminya di bumi. Namun, walau bagaimanapun dia sebenarnya adalah seorang biadadari. Seorang bidadari sewajarnya tinggal di kahyangan. Putri Tanabata lalu menghampiri suaminya untuk membicarakan perihal kepergiannya.
“Suamiku, baju bidadariku telah kutemukan. Aku akan berencana pergi ke kahyangan,” jelas Putri Tanabata.
Mendengar penjelasan istrinya, sang pemuda terkejut.
“Jika kamu pergi ke kahyangan, bagaimana dengan diriku ? aku pasti akan kesepian,” sahut sang pemuda sedih.
Putri Tanabata menghela nafas, lalu berkata “Dengarlah suamiku, kita masih akan tetap bertemu. Buatlah 1000 pasang sendal yang terbuat dari jerami. Sendal-sendal tersebut harus engkau kuburkan di bawah pohon bambu. Itu adalah syarat supaya engkau bertemu kembali denganku.”
Putri Tanabata dan suaminya akhirnya berpisah. Sang istri harus pergi ke kahyangan, sementara suaminya harus sabar menunggu hingga pertemuan itu bisa terwujudkan. Akhirnya sang pemuda membuat 1000 pasang sendal jerami sebagai syarat untuk bertemu kembali dengan istrinya, Putri Tanabata. Pembuatan sendal jerami itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hingga dirasa cukup, sang pemuda menguburkan sendal-sendal jerami itu di bawah pohon bambu. Pohon bambu itu akhirnya meninggi dan terus meninggi, sampai menjulang ke langit. Ternyata, sang pemuda hanya membuat 999 pasang sepatu jerami. Hal tersebut membuat tinggi pohon bambu kurang satu langkah mencapai kahyangan. Dengan sekuat tenaga dan semangat yang tinggi, sang pemuda berhasil mencapai pucuk pohon bambu yang tinggi. Sang pemuda akhirnya memanggil istrinya, Putri Tanabata.
“Istriku, Putri Tanabata... ini aku suamimu,” teriak sang pemuda.
Mendengar suara yang telah dikenalinya, Putri Tanabata bergegas menuju asal sumber suara. Akhirnya mereka bertemu setelah sekian lama berpisah.
Sang ayah Putri Tanabata mendatangi mereka. Dia lalu bertanya perihal pemuda yang menemui putrinya.
“Dia adalah suamiku, Ayah. Ketika aku berada di bumi, aku menikahi penduduk bumi,” jelas Putri Tanabata.
Sebenarnya ayah Putri Tanabata tidak menyukai manusia penduduk bumi. Namun, karena putrinya tampak mencintai sang pemuda, dia lalu mengizinkan mereka untuk tinggal bersama. Sang pemuda akhirnya diberi tugas untuk menjaga kebun labu selama 3 hari sebagai syarat untuk bisa tinggal di kahyangan bersama Putri Tanabata.
“Engkau boleh tinggal di sini, dengan syarat harus menjaga kebun labu selama 3 hari. labu-labu tersebut tidak boleh engkau santap, karena akan menyebabkan bencana dan kamu harus kembali lagi ke bumi,” jelas sang ayah Putri Tanabata.
Mendengar penjelasan ayah mertuanya, sang pemuda menyanggupi. Dengan semangat, suami Putri Tanabata menjalankan tugasnya. Namun, takdir berkata lain. Pada saat sang pemuda masih menjaga kebun labu, tiba-tiba cuaca menjadi sangat panas. Sang pemuda akhirnya memakan buah labu tersebut untuk melepas dahaganya. Perbuatan sang pemuda akhirnya memunculkan bencana. Sebagian buah labu yang belum dimakan ternyata mengeluarkan air yang cukup deras. Air tersebut lama kelamaan bertambah besar, hingga munculah sebuah sungai. Kahyangan pun akhirnya digenangi oleh air. Perbuatan sang pemuda terdengar oleh ayah mertuanya. Hingga sang ayah mertua mengusir sang pemuda dari kahyangan.
Sang pemuda dan istrinya, Putri Tanabata, berpisah. Mereka terpisah jarak yang sangat jauh, karena sang pemuda berada di bumi dan istrinya berada di kahyangan. Mereka hanya dapat bertemu pada tanggal 17 Juli saja.
Demikinlah cerita rakyat dari Jepang yang berjudul Putri Tanabata. Mengisahkan seorang pemuda desa yang menemukan baju seorang bidadari di hutan. Pemuda tersebut akhirnya menikah dengan bidadari tersebut. Hikmah yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah jangan melanggar peraturan, karena hal tersebut dapat merugikan diri sendiri. Semoga cerita ini bermanfaat dan terimakasih atas kunjungan kalian ke blog ini !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar