27 Desember 2013

Legenda Rawa Pening, Jawa Tengah

Mereka seringkali menghina Jaka Baru Klinting karena kemiskinannya. Penduduk selalu memperlakukannya secara tidak adil. Namun tidak semua orang membenci Jaka Baru Klinting. Ada seorang janda tua bernama Nyi Lantung yang merasa kasihan terhadap Jaka Baru Klinting. Nyi Lantung merupakan satu-satunya orang yang mau membantu Jaka Baru Klinting. Nyi Lantung selalu berbaik hati memberikan makanan dan minuman padanya.
Legenda Rawa Pening, Jawa Tengah

Nyi Lantung Selalu Membantu Jaka Baru Klinting

"Terima kasih Nyi Lantung karena selalu membantu saya yang miskin dengan memberikan makan minum. Suatu saat nanti saya pasti akan membalas kebaikan Nyi Lantung" kata Jaka Baru Klinting.

"Sudahlah Nak, sudah menjadi kewajiban kita untuk saling membantu. Saya sendiri sering kesal melihat sikap warga yang selalu menghinamu hanya karena miskin." kata Nyi Lantung.

Di suatu hari, seperti biasanya, masyarakat mengejek dan mengusir Jaka Baru Klinting dari daerah mereka karena kemiskinannya.

"Pergilah kau hai Gembel!. Kami jijik melihat penampilanmu, kumal dan dekil. Kau tak pantas tinggal disini." masyarakat mengejek bahkan mengusirnya.

Jaka Baru Klinting merasa sudah tidak tahan dengan ejekan masyarakat padanya. 

Akhirnya ia bersedia pergi dari daerah tersebut. 

Ia menantang semua warga, jika ada yang bisa mencabut sebuah daun yang tertancap di atas tanah maka Jaka Baru akan pergi meninggalkan tempat itu untuk selama-lamanya.

"Baiklah jika memang mau kalian. Aku juga sadar dengan kemiskinanku. Aku tantang kalian semua, jika ada yang mampu mencabut daun ini dari tanah, maka aku akan pergi menjauhi kalian selama-lamanya." tantang Jaka Baru Klinting.

Semua warga yang mendengar tantangan Jaka Baru Klinting tertawa terbahak-bahak sambil terus mengejeknya. 

Satu-persatu warga mencoba mencabut sehelai daun dari tanah seperti permintaan Jaka Baru, namun tak seorangpun berhasil. 

Perlahan-lahan tawa dan ejekan mereka tehenti karena merasa heran tidak ada yang mampu mencabut sehelai daun tersebut. 

Mereka pun meminta Jaka Baru Klinting untuk mencabutnya.

Legenda Rawa Pening

"Sekarang kau coba cabut daun itu hai Jaka. Kami ingin tahu apa kau bisa." warga menantang Jaka Klinting.

Jaka Baru Klinting kemudian mencabut daun tersebut dari tanah dengan mudahnya. 

Seluruh warga pun terdiam melihat hal tersebut. 

Tidak lama kemudian terjadi keanehan. 

Dari tempat daun dicabut, keluarlah air sangat deras menyembur keluar. 

Air tersebut terus-menerus terpancar keluar hingga menutupi daerah tersebut menjadi sebuah telaga luas hingga menenggelamkan seluruh warga kecuali Jaka Baru Klinting dengan Nyi Lantung. 

Jaka Baru Klinting menepati janjinya membalas budi kebaikan Nyi Lantung dengan menyelamatkannya dari banjir. 

Sekarang masyarakat Semarang menyebut telaga tersebut dengan nama Rawa Pening

Seperti kita tahu, Rawa Pening merupakan sebuah obyek wisata telaga yang berada di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. 

Kini telaga Rawa Pening ditumbuhi oleh tumbuhan Eceng Gondok. 

Penduduk biasa menggunakannya sebagai bahan kerajinan seperti tas, ikat pinggang, dompet dan lain sebagainya.

Menurut cerita rakyat daerah Jawa Tengah, legenda Rawa Pening berkaitan dengan kisah seorang pemuda bernama Jaka Baru Klinting. Konon menurut legenda, Rawa Pening terbentuk karena kemarahan seorang pemuda miskin bernama Jaka Baru Klinting. Pada masa itu masyarakat tidak menyukai orang miskin karena penampilan mereka yang lusuh, dekil dan bau amis. 

Referensi:
  1. Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta: Buku Pintar.
  2. Komandoko, Gamal. 2013. Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara, PT.Buku Seru.
Baca juga cerita rakyat Jawa Tengah lainnya:

    2 komentar:

    1. Hi,
      Cerita ini sudah lama saya cari cari, karena saya ingat ada ceritera seperti ini yang pernah saya baca. Klo ga salah juga hampir mirip dgn legenda belug kuwu, klo ada dongeng lainnya lagi. Ijin kopi pastenya.
      Terima kasih.
      BTeguh

      BalasHapus
      Balasan
      1. Cerita daerah di Indonesia memang mirip-mirip. Mungkin karena cerita dari mulut ke mulut. Untuk kopas jangan lupa link sumber ya. Makasih sudah mampir.

        Hapus