Di sebuah desa kecil di Aceh, hiduplah seorang janda miskin bernama Mak Intan. Ia tinggal bersama anak laki-lakinya yang bernama Amat. Kehidupan mereka sangat sederhana yang bergantung pada hasil kebun kecil di belakang rumah. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, Mak Intan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Ia bekerja keras dari pagi hingga malam, dibantu oleh Amat, anak laki-lakinya.
Atu Belah Atu Bertangkup
Pada suatu ketika, Mak Intan pergi tengah ke hutan untuk mencari kayu bakar. Saat sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu bakar, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh keras dari sebuah batu besar di tengah hutan. Mak Intan merasa heran dan penasaran. Ia lalu mendekati batu tersebut. Sesampainya di dekat batu, tiba-tiba batu itu terbuka lebar, dan dari dalamnya keluar cahaya sangat terang.
Mak Intan terkejut, tetapi rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya. Ia pun memasuki batu yang terbelah itu. Di dalam batu, ia melihat sebuah ruangan dipenuhi dengan emas, permata, dan berbagai harta karun lainnya. Mak Intan tidak percaya dengan penglihatannya. Ia merasa seperti bermimpi. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil beberapa emas dan permata, lalu segera keluar dari batu tersebut. Begitu ia keluar, batu tersebut menutup kembali dengan sendirinya.
Dengan hati gembira, Mak Intan bergegas pulang ke rumah dan menceritakan kejadian tersebut kepada Amat. Amat merasa senang dan bangga pada ibunya. Mereka pun akhirnya mampu hidup berkecukupan dengan menjual harta yang ditemukan Mak Intan. Kendati demikian, Mak Intan tidak pernah lupa untuk bersyukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan.
Mak Intan Terkurung di dalam Batu
Beberapa bulan kemudian, Mak Intan kembali ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ia teringat pada batu ajaib itu dan berniat untuk melihatnya lagi. Ketika ia sampai di tempat batu tersebut, ia melihat batu itu masih terbelah seperti sebelumnya. Tanpa ragu, Mak Intan masuk ke dalam batu dan mengambil lebih banyak harta. Namun, kali ini Mak Intan terlalu serakah. Ia mengambil sebanyak mungkin emas dan permata, hingga memenuhi kantong bawaannya.
Tiba-tiba batu itu mulai bergerak menutup. Mak Intan berusaha secepatnya keluar, tetapi kantongnya yang dipenuhi emas permata membuatnya sulit bergerak. Mak Intan panik dan serta merta berteriak meminta tolong, tetapi tidak ada seorang pun di sekitar yang mendengar. Akhirnya, batu itu menutup sepenuhnya, dengan Mak Intan yang terjebak di dalamnya.
Sementara itu, Amat yang menunggu ibunya pulang mulai merasa khawatir. Hari sudah malam, tetapi ibunya belum juga kembali. Amat memutuskan untuk pergi ke hutan mencari ibunya. Setelah berjalan cukup lama, ia sampai di tempat batu ajaib itu. Amat melihat barang-barang milik ibunya tercecer di sekitar batu tersebut. Amat pun menyadari bahwa ibunya terjebak di dalam batu.
Amat merasa sedih dan putus asa. Ia berusaha membuka batu itu dengan sekuat tenaga, tetapi batu itu tidak bergerak sama sekali. Ia pun duduk di dekat batu itu sambil menangis. Tiba-tiba, ia mendengar suara lembut dari dalam batu. Suara itu adalah suara Mak Intan. "Amat, anakku, jangan menangis. Ibu baik-baik saja di sini. Ibu telah belajar bahwa keserakahan hanya membawa malapetaka. Ibu minta maaf karena telah meninggalkanmu."
Amat merasa terharu mendengar suara ibunya. Ia pun berjanji untuk tidak akan pernah serakah seperti ibunya. Ia memohon kepada Tuhan agar ibunya bisa dibebaskan dari batu itu. Setiap hari, Amat datang ke batu itu untuk berbicara dengan ibunya dan membawakan makanan serta air.
Keikhlasan Membebaskan Mak Intan
Suatu malam, Amat bermimpi bertemu dengan seorang tua bijaksana. Orang tua itu berkata, "Amat, jika kamu ingin ibumu bebas, kamu harus melakukan sesuatu yang tulus dan ikhlas. Persembahkan sesuatu yang paling berharga bagimu kepada batu itu."
Ketika Amat terbangun, ia pun berpikir keras. Apa yang paling berharga baginya? Akhirnya, ia memutuskan untuk mempersembahkan kebun kecil miliknya. Kebun itu adalah satu-satunya sumber penghidupan mereka selama ini. Dengan hati yang tulus, Amat pergi ke batu itu dan berkata, "Wahai batu, aku persembahkan kebun kecil ini untukmu. Tolong bebaskan ibuku."
Tiba-tiba, batu itu mulai bergetar dan perlahan-lahan terbelah. Mak Intan pun keluar dari dalam batu dengan selamat. Amat dan ibunya pun berpelukan dengan penuh kebahagiaan. Sejak saat itu, mereka hidup dengan lebih bijaksana dan tidak pernah lagi serakah.
Batu ajaib itu pun menjadi legenda di desa mereka. Orang-orang menyebutnya "Atu Belah Atu Bertangkup", yang berarti batu yang bisa membelah dan menutup. Cerita ini diwariskan dari generasi ke generasi sebagai pelajaran tentang bahaya keserakahan dan pentingnya keikhlasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar