Berikut ini sebuah cerita rakyat dari Jawa Timur mngenai asal mula pohon jati besar-besar. Konon pada jaman dahulu pohon jati berukuran kecil-kecil. Tidak berukuran besar seperti sekarang. Ukuran pohon jati membesar pada masa kerajaan Medang Kamulan terkait raja Medang yang menguburkan anaknya hidup-hidup karena merasa malu.
Menurut cerita rakyat Jawa Timur, dahulu kala di daerah Medang Kamulan, bekas wilayah kerajaan Dewata Cengkar, hidup seorang raja yang telah berusia lanjut namun belum memiliki putra yang akan mewarisi kerajaannya.
Merasa sedih, baginda raja kemudian memutuskan untuk bertapa, meminta kepada dewata agar dikaruniai seorang putra.
Saat bertapa, dewata mengabulkan doanya dan memberikan petunjuk pada raja melalui mimpi bahwa tidak lama lagi permaisuri akan mengandung seorang anak.
Merasa gembira, raja mengucapkan terima kasih pada dewata dan kemudian pulang ke istana.
Merasa sedih, baginda raja kemudian memutuskan untuk bertapa, meminta kepada dewata agar dikaruniai seorang putra.
Saat bertapa, dewata mengabulkan doanya dan memberikan petunjuk pada raja melalui mimpi bahwa tidak lama lagi permaisuri akan mengandung seorang anak.
Merasa gembira, raja mengucapkan terima kasih pada dewata dan kemudian pulang ke istana.
Setibanya di istana, raja menyampaikan petunjuk dari dewata kepada permaisuri yang membuat permaisuri merasa gembira.
Beberapa hari kemudian benar saja permaisuri mengatakan bahwa dirinya telah hamil.
Tentu saja baginda raja merasa sangat bahagia.
Maka diadakanlah pesta di istana kerajaan selama empat puluh hari empat puluh malam lamanya.
Beberapa hari kemudian benar saja permaisuri mengatakan bahwa dirinya telah hamil.
Tentu saja baginda raja merasa sangat bahagia.
Maka diadakanlah pesta di istana kerajaan selama empat puluh hari empat puluh malam lamanya.
Saat yang dinanti-nanti akhirnya tiba.
Setelah sembilan bulan lamanya mengandung, akhirnya permaisuri melahirkan.
Namun bukan bayi laki-laki yang dilahirkan oleh permaisuri, melainkan seekor bayi kijang.
Raja merasa kecewa, marah bercampur malu.
Karena tidak ingin diketahui orang lain, tanpa berpikir panjang raja langsung membawa bayi kijang tersebut ke hutan lalu menguburkannya hidup-hidup.
Tidak ada orang lain yang mengetahui hal tersebut.
Baginda raja kemudian segera kembali ke keraton.
Setelah sembilan bulan lamanya mengandung, akhirnya permaisuri melahirkan.
Namun bukan bayi laki-laki yang dilahirkan oleh permaisuri, melainkan seekor bayi kijang.
Raja merasa kecewa, marah bercampur malu.
Karena tidak ingin diketahui orang lain, tanpa berpikir panjang raja langsung membawa bayi kijang tersebut ke hutan lalu menguburkannya hidup-hidup.
Tidak ada orang lain yang mengetahui hal tersebut.
Baginda raja kemudian segera kembali ke keraton.
Setibanya di keraton, baginda raja mendadak sakit parah.
Tubuhnya bengkak-bengkak hingga sulit untuk bergerak.
Baginda hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Telah banyak tabib datang dan memberikan obat, namun sakit baginda raja tidak kunjung sembuh.
Akhirnya baginda raja memanggil hamba kesayangannya yang bernama Sulang.
“Sulang, aku akan memberi tahu sebuah rahasia kepadamu. Tapi ingat, jangan kau ceritakan kepada siapapun. Jika kau langgar, maka akan aku penggal kepalamu. Begini Sulang, permaisuri telah melahirkan, tapi bukan melahirkan anak manusia melainkan seekor kijang. Karena malu, lantas bayi kijang tersebut aku kubur hidup-hidup di hutan.”
Ajaib, setelah menceritakan rahasia tersebut baginda raja pun sembuh dari sakitnya.
Tubuhnya bengkak-bengkak hingga sulit untuk bergerak.
Baginda hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Telah banyak tabib datang dan memberikan obat, namun sakit baginda raja tidak kunjung sembuh.
Akhirnya baginda raja memanggil hamba kesayangannya yang bernama Sulang.
“Sulang, aku akan memberi tahu sebuah rahasia kepadamu. Tapi ingat, jangan kau ceritakan kepada siapapun. Jika kau langgar, maka akan aku penggal kepalamu. Begini Sulang, permaisuri telah melahirkan, tapi bukan melahirkan anak manusia melainkan seekor kijang. Karena malu, lantas bayi kijang tersebut aku kubur hidup-hidup di hutan.”
Ajaib, setelah menceritakan rahasia tersebut baginda raja pun sembuh dari sakitnya.
“Baik Baginda raja. Hamba tidak akan menceritakan rahasia ini kepada siapapun.” Sulang pun pamit.
Setelah mendengarkan rahasia dari raja, Sulang mendadak merasakan seluruh rubuhnya sakit dan bengkak-bengkak.
Sulang berusaha meminum obat-obatan tapi sakitnya tidak kunjung sembuh.
Sulang berpikir bahwa baginda raja sembuh dari sakitnya setelah menceritakan rahasianya namun Sulang tidak berani menceritakan rahasia raja kepada siapapun karena takut mendapatkan hukuman penggal.
Setelah mendengarkan rahasia dari raja, Sulang mendadak merasakan seluruh rubuhnya sakit dan bengkak-bengkak.
Sulang berusaha meminum obat-obatan tapi sakitnya tidak kunjung sembuh.
Sulang berpikir bahwa baginda raja sembuh dari sakitnya setelah menceritakan rahasianya namun Sulang tidak berani menceritakan rahasia raja kepada siapapun karena takut mendapatkan hukuman penggal.
Akhirnya Sulang dengan bersusah payah pergi ke hutan belantara.
Di tengah hutan ia duduk di bawah pohon jati dan berkata: “Hai pohon jati, sesungguhnya permaisuri telah melahirkan seekor kijang. Raja merasa malu dan menguburkan kijang tersebut hidup-hidup di tengah hutan.”
Setelah menceritakan rahasia raja kepada pohon jati, ajaib, sakit Sulang berangsur-angsur sembuh.
Tubuhnya tidak lagi sakit dan bengkak-bengkak.
Sulang tentu saja merasa gembira bisa terbebas dari penyakitnya. Ia segera pulang ke keraton.
Di tengah hutan ia duduk di bawah pohon jati dan berkata: “Hai pohon jati, sesungguhnya permaisuri telah melahirkan seekor kijang. Raja merasa malu dan menguburkan kijang tersebut hidup-hidup di tengah hutan.”
Setelah menceritakan rahasia raja kepada pohon jati, ajaib, sakit Sulang berangsur-angsur sembuh.
Tubuhnya tidak lagi sakit dan bengkak-bengkak.
Sulang tentu saja merasa gembira bisa terbebas dari penyakitnya. Ia segera pulang ke keraton.
Sepeninggal Sulang, pohon jati tersebut tiba-tiba saja berubah menjadi bengkak-bengkak.
Batang dan ranting-ranting pohon jati berubah menjadi besar.
Sejak saat itulah pohon jati menjadi besar seperti sekarang.
Batang dan ranting-ranting pohon jati berubah menjadi besar.
Sejak saat itulah pohon jati menjadi besar seperti sekarang.
Karena ukuran pohonnya yang besar, rakyat kerajaan menebang pohon jati untuk dijadikan bedug.
Setelah bedug selesai dibuat dan ditabuh, keluar bunyi yang aneh “dang...dang...dang...dang...Raja Medang memiliki putera seekor kijang, dikuburnya hidup-hidup, dan disampaikan kepada Sulang dang...dang...dang”. Diulang sebanyak dua kali.
Sejak kejadian tersebut seluruh rakyat kerajaan Medang mengetahui bahwa raja mereka berputera seekor kijang dan dikubur hidup-hidup.
Referensi:
I.B. Mantra, Astrid S, Susanto, Budi Susanto, Singgih Wibisono, Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah bedug selesai dibuat dan ditabuh, keluar bunyi yang aneh “dang...dang...dang...dang...Raja Medang memiliki putera seekor kijang, dikuburnya hidup-hidup, dan disampaikan kepada Sulang dang...dang...dang”. Diulang sebanyak dua kali.
Sejak kejadian tersebut seluruh rakyat kerajaan Medang mengetahui bahwa raja mereka berputera seekor kijang dan dikubur hidup-hidup.
Referensi:
I.B. Mantra, Astrid S, Susanto, Budi Susanto, Singgih Wibisono, Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar