Pada zaman dahulu, di sebuah desa, tinggalah seorang ibu bersama anak laki-lakinya. Anak laki-lakinya berjumlah 3 orang. Sang ibu yang telah tua renta memiliki firasat bahwa umurnya sudah tidak lama lagi. Sang ibu akhirnya meminta semua anaknya untuk berkumpul dan memberikan penjelasan kepada anak-anaknya.
“Anak-anakku, umurku sudah tua, mungkin aku pun tidak lama lagi akan meninggalkan dunia ini. Aku akan memberikan 3 benda wasiat kepada kalian,” kata sang ibu panjang lebar.
Sang ibu akhirnya memberikan batu berbentuk bening kepada anak pertama. Anak kedua mendapatkan seruling bambu dari sang ibu. Sedangkan anak ketiga mendapatkan pakaian lusuh dari sang ibu.
Anak pertama dan kedua tampak keheranan dan protes. Mereka menganggap benda tersebut tidak ada harganya sama sekali. Si bungsu hanya terdiam, dia hanya menerima dengan senang hati atas pemerian ibunya. Apapun pemberian ibunya, selalu diterima dengan baik oleh anak bungsu tersebut.
Sang ibu akhirnya menjelaskan kepada mereka bahwa benda tersebut memiliki kekuatan dan keajaiban untuk membantu mereka.
“Anak pertamaku, cobalah kau lihat ini,” kata sang ibu.
Sang ibu menggelindingkan batu bening tersebut sehingga tampaklah koin emas yang bermunculan dari belakang batu itu. Anak pertama menerima batu tersebut dengan mata berbinar. Dia tidak percaya sekaligus bahagia menerima batu berharga yang diberikan ibunya.
“Anak keduaku, lihatlah ini,” jelas sang ibu sambil membunyikan seruling bambu.
Tidak lama kemudian, sekumpulan prajurit dalam jumlah yang banyak bermunculan di hadapan mereka. Anak kedua akhirnya dengan senang hati menerima pemerian ibunya berupa seruling bambu tersebut.
Sang ibu akhirnya menjelaskan kepada anak bungsunya bahwa jika dia mengenakan pakaian lusuh itu, sang anak tidak akan terlihat oleh orang lain.
Mereka akhirnya masing-masing memiliki benda ajaib warisan ibunya.
Sang sulung yang berwatak sombong tersebut selalu memamerkan benda ajaibnya di hadapan orang banyak. Berita tersebut akhirnya sampai kepada seorang putri raja yang tamak. Sang putri akhirnya memerintahkan pengawalnya untuk mencari dimana orang yang memiliki benda tersebut.
“Coba kau tunjukkan, apa kehebatan batu ajaibmu !” pinta sang putri.
Anak sulung lalu dengan bangganya menggelindingkan batu ajaib miliknya. Batu ajaib itu menggelinding sambil mengeluarkan koin-koin emas. Beberapa kali batu ajaib itu digelindingkan, sehingga koin-koin emas pun bertaburan di halaman istana. Sang putri yang tamak akhirnya menangkap batu ajaib itu dan memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap anak sulung. Sang anak sulung akhirnya dipenjarakan dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Anak kedua yang memiliki sifat sombong juga sering memainkan seruling bambunya. Dengan memainkan seruling bambu, maka bermunculan lah sekelompok prajurit. Semua orang terkejut sekaligus kaget dengan keadaan demikian. Berita tersebut akhirnya sampai kepada putri yang tamak. Sang putri akhirnya memerintahkan agar anak kedua tersebut diundang ke istana.
“Apa keistimewaan seruling ajaibmu, hai anak muda !” tanya sang putri.
“Baiklah tuan putri, apabila seruling ini dimainkan, maka munculah sekumpulan prajurit yang akan melindungi dan mematuhi perintah kita,” jelas anak kedua dengan bangganya.
Sang putri yang tamak akhirnya tersenyum licik dan berkata “Wah hebat sekali, bolehkah aku mencobanya ?”
“Tentu saja,” jawab anak kedua.
Sang putri memainkan seruling bambu itu. Tidak lama kemudian, sekumpulan prajurit bermunculan. Dengan penuh kelicikan, sang putri tamak memerintahkan kepada parajurit tersebut untuk menangkap anak tengah.
“Tangkap orang itu !” perintah sang putri sambil menunjuk anak kedua.
Si anak kedua akhirnya juga dijebloskan ke dalam penjara. Dia sadar bahwasanya dia dijebak, namun dia tidak dapat berbuat apa-apa. Serulingnya telah dirampas oleh sang putri yang tamak.
Di rumah, si anak bungsu gelisah menunggu kedatangan kakak-kakaknya. Namun, menurut beberapa orang di desanya, kakak si bungsu dibawa ke istana. Sang anak bungsu merasakan firasat buruk terhadap kakak-kakaknya. Dia lalu memakai baju lusuhnya dan pergi ke istana.
Setelah sampai di istana, sang anak bungsu berhasil menyelinap masuk. Ketika sampai di lorong istana, dia mendengar suara batu yang digelindingkan di salah satu ruangan. Ternyata ruangan tersebut adalah kamar sang putri yang tamak. Sang putri tengah asik memainkan batu ajaib yang mengeluarkan koin-koin emas itu. Di sebelahnya terdapat seruling bambu milik kakak keduanya. Akhirnya si bungsu mengetahui bahwa kedua kakaknya pasti dalam keadaan bahaya.
Si bungsu akhirnya memikirkan bagaimana caranya agar membebaskan kedua kakaknya. Dia akhirnya pergi ke belakang istana untuk memikirkan jalan keluar. Belakang istana adalah sebuah hutan yang banyak sekali ditumbuhi pohon apel. Apel tersebut ada yang berwarna merah dan ada yang berwarna kuning. Karena kehausan, si bungsu akhirnya memakan apel merah yang berada di dekatnya. Namun, alangkah kagetnya sang bungsu, karena hidungnya bertambah panjang. Akhirnya si bungsu memakan apel kuning yang pohonnya berada di sebelah pohon apel merah. Hidung si bungsu pun akhirnya kembali ke bentuk semula.
Akhirnya si bungsu menemukan cara untuk menjebak si putri yang tamak. Dia lalu memetik apel sebanyak-banyaknya lalu menyamar menjadi penjual apel.
“Apel... apel.. apel lezat..,” seru si bungsu.
Sang putri yang tamak mendengarkan teriakan penjual apel yang merupakan anak bungsu tersebut. Dia lalu memerintahkan pengawalnya untuk merampas apel itu. Apel itu tampak ranum, manis dan segar. Sehingga membuat putri yang tamak tersebut tergoda untuk memakannya.
“Pengawal, ambil apel itu. Aku ingin memakannya !” perintah sang putri.
Sang putri akhirnya memakan apel itu dengan rakus. Lama-kelamaan, hidung sang putri akhirnya menjadi bertambah panjang. Dia akhirnya terkejut dengan keadaan tersebut. Sang putri berteriak meminta tolong untuk mengembalikan hidungnya ke bentuk semula.
“Tolong, tolong aku...,” kata sang putri tamak dengan kebingungan.
Situasi menjadi kacau, para pengawal berusaha mencarikan tabib agar bisa menyembuhkan hidung sang putri. Dalam situasi tersebut, si anak bungsu menggunakan baju ajaibnya dan langsung menyelinap untuk mengambil batu ajaib dan seruling bambu milik kakaknya.
Keberuntungan menimpa si anak bungsu, penjaga penjara kebetulan sedang tertidur pulas. Si anak bungsu berhasil membebaskan kedua kakaknya dari penjara. Mereka akhirnya bisa membebaskan diri, meskipun sempat dikejar oleh pengawal istana. Dengan sigap, anak kedua memainkan seruling bambunya untuk menghadapi pengawal istana. Semua itu akibat pertolongan anak bungsu yang baik hati serta tidak sombong. Mereka akhirnya selamat dan dapat berkumpul bersama di rumah.
Demikianlah cerita rakyat yang berasal dari Korea yang berjudul Tiga Benda Warisan. Mengisahkan tentang seorang ibu yang telah tua dan tinggal bersama anak laki-lakinya. Sang ibu akhirnya meninggal dunia dan mewarisi 3 benda kepada masing-masing anaknya. Pesan dari cerita yang dapat kita ambil adalah kesombongan akan membawa malapetaka. Semoga cerita ini menghibur dan membawa manfaat !
Cerita Rakyat Korea lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar