Suatu ketika, Kadru yang telah menaruh kebencian terhadap Winata ingin mencoba sekuat tenaga menjerumuskan Winata. Ketika para Dewa sedang mengaduk-aduk samudera untuk menemukan Tirta Amartha, datanglah kuda terbang yang bernama Ucaihswara. Tirta (air) Amartha dipercaya sebagai air keabadian, dimana air tersebut akan memberikan keabadian apabila ada yang meminumnya, meskipun hanya setetes. Ketika Kuda Ucaihswara sedang melintas di samudera, Kadru menyuruh Winata untuk menebak warna kuda tersebut. Niat Kadru sebenarnya adalah untuk menjerumuskan Winata agar dapat keluar dari lingkaran keluarga Resi Kasyapa.
“Winata, aku dengar ada Kuda Ucaihswara yang melewati samudera.
Bisahkan kau jelaskan warna kuda itu ?” tanya Kadru kepada Winata.
“Aku belum mengetahui warna kuda itu, wahai Kakakku Kadru,”
jawab Winata.
“Baiklah kalau begitu. Bagaimana kalau kita melakukan
tantangan untuk menebak warna kuda tersebut ? siapa yang kalah, dia akan
menjadi budak dan selalu menaati perintah yang menang,” jelas Kadru.
Menebak Warna Kuda Ucaihswara
Menurut cerita rakyat Bali, akhirnya mereka menebak warna
Kuda Ucaihswara yang akan melintasi samudera. Kadru menebak warna kuda tersebut
adalah hitam, sedangkan Winata menebak warna kuda tersebut adalah putih.
Kadru yang telah lama ingin menjerumuskan Winata untuk
menjadi seorang budak akhirnya tidak berhasil. Menurut penuturan Naga (anak
Kadru), ternyata warna kuda tersebut adalah berwarna putih. Karena kuda
tersebut belum muncul di hadapan mereka, timbulah akal licik Kadru.
“Aku tidak terima jika diriku kalah dari Winata. Harkat dan
martabatku akan jatuh apabila menjadi budak dari Winata. Naga, aku mengutusmu
untuk menyemburkan racun ke tubuh Kuda Ucaihswara agar terlihat hitam !” perintah
Kadru kepada Naga.
Naga pun akhirnya mematuhi perintah ibunya untuk berbuat
licik terhadap Winata. Kuda tersebut menjadi berwarna hitam setelah disemburkan
racun oleh naga.
Melihat kenyataan tersebut, Winata akhirnya menjadi kalah.
Winata akhirnya bersedia menjadi budak Kadru seumur hidupnya. Kadru tertawa
dengan pongahnya ketika mendapatkan kemenangan dari Winata, meskipun dengan
cara yang licik.
Perkelahian Garuda dan Naga
Setelah mendengar kekalahan ibunya, Winata, Garuda tidak
terima. Dia merasakan ada yang tidak beres dengan tantangan yang dilakukan oleh
ibunya dan Kadru. Ketidakterimaan Garuda atas kekalahan ibunya akhirnya
menimbulkan pertengkaran antara dirinya dengan para naga (anak Kadru). Garuda
selalu melakukan pertarungan dengan para Naga, baik siang maupun malam. Pertarungan
tersebut selalu imbang. Meskipun imbang, para Naga akhirnya mengajukan
persyaratan.
“Garuda, aku akan memberikan persyaratan kepadamu. Jika
Tirtha (air) Amartha dapat kau bawa kepada kami, maka ibumu (Winata) akan kami
bebaskan,” kata para Naga.
“Baiklah kalau begitu, aku akan mengambil Tirtha Amartha
demi kebebasan ibuku !” jawab Garuda.
Meskipun Garuda tidak mengetahui keberadaan Tirtha Amartha,
dia tetap berusaha mencari air keabadian tersebut.
Garuda Wisnu Kencana
Dalam pencarian Tirtaha Amartha, ternyata Garuda bertemu
dengan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu ternyata sedang membawa Tirta Amartha yang
berwadahkan kamendalu dan bertalikan rumbut ilalang. Garuda akhirnya meminta
Tirtha Amartha tersebut kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu memberikan Tirtha Amartha
tersebut, dengan syarat bahwa Garuda tersebut akan menjadi kendaraannya
(tunggangannya).
“Baiklah Dewa Wisnu, saya bersedia menjadi tungganganmu
demi menyelamatkan ibu saya dari cengkraman Ibu Kadru,” kata Garuda dengan
mantap.
Dengan demikian, Garuda tersebut akhirnya dikenal menjadi
Garuda Wisnu Kencana. Karena sang Garuda
menjadi tunggangan Dewa Wisnu.
Dalam perjalanan pulang untuk membebaskan ibunya dari
cengkraman Kadru dan para naga. Ternyata Tirtha Amartha yang dibawa Garuda
tersebut diambil oleh Dewa Indra yang kebetulan sedang melintas. Akhirnya,
Garuda hanya membawa tali rumput ilalang yang merupakan wadah dari Tirtha
Amartha.
“Naga, aku hanya membawa tali rumput ilalang yang merupakan
wadah dari Tirtha Amartha. Sebab, Tirtha Amartha telah direbut oleh Dewa Indra
saat perjalanan pulang. Akan tetapi, tetesan air Tirtha Amartha masih
tertinggal di rumput ini,” kata Garuda panjang lebar.
“Tidak apa-apa, kami bisa menjilatinya di atas rumput
tersebut. Karena Tirtha Amartha dapat memiliki fungsi memberikan keabadian,
meskipun hanya setetes! ” kata para Naga.
Para naga akhirnya menjilati tetesan Tirtha Amartha di
rumput ilalang tersebut. Rumput ilalang yang tajam akhirnya melukai lidah para
naga. Lidah para naga itu akhirnya terbelah menjadi dua. Sehingga naga dan para
keturunannya memiliki lidah terbelah dua.
Winata yang merupakan ibu Garuda akhirnya dibebaskan dari
perbudakan. Garuda sangat senang dapat membebaskan ibu yang dicintainya.
Pada kali ini, cerita yang akan ditampilkan berasal dari daerah Bali. Cerita tersebut berjudul Garuda Wisnu Kencana. Di dalam cerita Garuda Wisnu Kencana, kita akan bertemu dengan beberapa tokoh, diantaranya Resi Kasyapa, Kadru, Winata, Kuda Ucaihswara, para Naga, dan Garuda Wisnu Kencana.
Demikianlah cerita rakyat Bali yang berjudul Garuda Wisnu
Kencana. Sikap keteladanan Garuda patutlah kita contoh sebagai anak yang baik
dan berbakti kepada ibunya. Burung garuda sebagai Lambang Negara Indonesia
memiliki filosofi akan kegigihan perjuangan kaum pribumi (masyarakat Indonesia)
dalam melawan cengkraman penjajah, sehingga dapat membebaskan tanah ibu
pertiwi. Semoga cerita ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar