Berikut ini cerita Kebo Iwa, sebuah cerita rakyat dari Bali,. Pada suatu masa, hiduplah sepasang suami istri yang hidup rukun. Mereka hidup serba berkecukupan. Akan tetapi, kehidupan mereka terasa hampa karena belum dikaruniai seorang anak. Padahal mereka telah lama menikah. Mereka tidak henti-hentinya meminta kepada Sang Hyang Widi Wasa agar berkenan dikaruniai seorang anak.
Sebab, kehidupan mereka terasa tidak sempurna karena kehadiran seorang anak. Tidak lama kemudian, sang istri akhirnya mengandung. Mereka bahagia dengan kehadiran anak yang akan segera lahir tersebut.
Anak yang diidam-idamkan tersebut akhirnya lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Namun, walaupun masih bayi, dia memiliki nafsu makan yang sangat tinggi. Nafsu makannya setara dengan 10 porsi orang dewasa. Semakin lama anak itu pun akhirnya menjadi kanak-kanak, nafsu makannya selalu bertambah. Bahkan tubuh sang anak tampak terlihat sangat gemuk. Anak tersebut diberi nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.
Lambat laun, Kebo Iwa membuat orang tuanya mengalami kesusahan untuk memenuhi nafsu makan anaknya. Sang anak memakan makanan yang sangat jauh dari porsi normal orang dewasa, yaitu 100 kali porsi orang dewasa per harinya. Badanya pun sangat besar dan gemuk.
Karena nafsu makannya yang sangat tinggi, Kebo Iwa tidak segan-segan marah apabila porsi makanannya tidak mencukupi. Dia dikenal sangat pemarah. Jika marah, Kebo Iwa tidak segan-segan merusak rumah warga. Bahkan pura tempat peribadatan pun menjadi sasaran amukannya. Banyak warga yang ketakutan apabila Kebo Iwa telah marah. Akan tetapi, Kebo Iwa masih mau membantu warga apabila ada yang membutuhkan tenaganya. Kebo Iwa dapat memindahkan rumah, membuat sumur, meratakan tanah, mengangkut batu-batu besar, serta membendung sungai. Upah yang diminta Kebo Iwa tentu saja makanan dalam jumlah yang banyak kepada warga yang meminta pertolongannya, sampai rasa laparnya hilang.
Sebagian besar penduduk di desa tempat tingga Kebo Iwa adalah petani. Jika musim paceklik tiba, para warga mulai kewalahan memberi makan untuk Kebo Iwa. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari bagi keluarga mereka saja sudah susah ketika di musim paceklik, apalagi memenuhi kebutuhan makan Kebo Iwa. Kebo Iwa akan sangat marah apabila makanan yang dia peroleh tidak cukup untuk memenuhi rasa laparnya. Penduduk akan sangat ketakutan apabila Kebo Iwa marah. Kebo Iwa akan mengamuk sejadi-jadinya dengan menghancurkan rumah warga.
Mengingat dampak yang akan dialami ketika Kebo Iwa telah marah, para penduduk desa mulai melakukan musyawarah untuk memecahkan masalah. Mereka melakukan siasat untuk menghadapi Kebo Iwa. Mereka juga berniat agar Kebo Iwa sebaiknya disingkirkan dari desa mereka.
Penduduk desa akhirnya menemukan cara untuk menyingkirkan Kebo Iwa dari desa mereka. Mereka sepakat untuk mengumpulkan makanan sedikit demi sedikit untuk diberikan kepada Kebo Iwa. Selain makanan, penduduk desa juga mengumpulkan batu-batu kapur. Setelah makanan dan batu kapur telah terkumpul banyak. Mereka akhirnya pergi ke menemui Kebo Iwa, didampingi oleh kepala desa setempat.
Mereka menemukan Kebo Iwa sedang menyantap hewan ternak milik warga sambil duduk santai. Kebo Iwa tidak merasa bersalah atas perbuatannya. Ketika melihat warga yang datang menghadapnya, Kebo Iwa mulai bertanya tentang perihal kedatangan para warga.
“Kenapa kalian ke sini ? apakah kalian membawa makanan untukku ?! aku masih lapar !” kata Kebo Iwa tanpa malu-malu.
“Begini Kebo Iwa, kami tentu saja membawa makanan yang lebih dari cukup untukmu, asalkan kau mau membantu kami,” jawab kepala desa kepada Kebo Iwa.
“Kalau kalian mau memberikan makanan yang banyak dan cukup, tentu saja saya mau membantu kalian ! Apa yang harus aku bantu ?” tanya Kebo Iwa.
“Pada saat sekarang, kami mengalami musim paceklik. Dengan keadaan itu, kami tidak bisa memberimu makanan yang cukup. Kamu paham kan Kebo Iwa ?” jelas kepala desa.
“Saya tidak peduli apakah sekarang musim paceklik atau bukan, yang penting kalian harus memberiku makan yang cukup. Jika tidak, rumah kalian akan aku rusak semua !” kata Kebo Iwa tanpa perasaan.
“Baiklah, agar kami bisa memberimu makanan yang cukup, tentu saja kami membutuhkan hasil panen yang berlimpah. Namun, ketersediaan air sangat terbatas untuk mengairi tanah pertanian kami. Untuk itu, kami meminta bantuanmu agar membuatkan sebuah sumur yang sangat besar. Karena kita telah meyakini bahwa di dalam tanah di desa ini, ada sebuah mata air yang sangat besar. Sehingga kami meminta bantuanmu untuk menggali sumur besar itu. Jika sumur itu telah digali, kebutuhan air untuk pertanian di desa ini akan terpenuhi dan kami dapat memberimu makan yang lebih dari cukup,” jelas kepala desa dengan panjang lebar.
Dengan mata yang berbinar, Kebo Iwa sangat senang dan segera ingin membantu warga untuk membuat sumur besar tersebut.
“Baiklah kalau begitu, saya senang membantu untuk membangun sumur itu.”
Akhirnya, Kebo Iwa dengan semangat menggali tanah yang ditentukan oleh warga untuk menggali sumur besar. Kebo Iwa dapat menggali tanah dalam jumlah yang besar. Seluruh tenaganya dikerahkan untuk menggali sumur tersebut.
Tidak lama kemudian, sekelompok warga mengmpulkan batu-batu kapur dalam jumlah yang sangat banyak. Batu-batu kapur itu diletakan tepat di samping lubang yang dibuat oleh Kebo Iwa untuk menggali sumur. Kebo Iwa pun bertanya tentang perihal batu-batu kapur yang dikumpulkan warga itu.
“Untuk apa batu-batu kapur itu?” tanya Kebo Iwa.
“Kami berniat membangun rumahmu dengan menggunakan batu-batu kapur ini, sebagai balasan jasa atas penggalian sumur besar yang kamu bangun, Kebo Iwa,” kata salah seorang warga.
Kebo Iwa sangat senang bendengar penjelasan warga tersebut. Ternyata, dia tidak hanya diberi upah makan yang banyak, namun juga rumah untuk tempat tinggal. Dia menjadi semakin bersemangat untuk menggali tanah.
Akhirnya, tanah yang digali oleh Kebo Iwa memunculkan mata air yang jernih dan deras. Sumur yang dibuat oleh Kebo Iwa menjadi kolam air yang sangat besar.
Kebo Iwa merasa letih karena menggali sumur yang sangat besar dan dalam tersebut. Para penduduk desa akhirnya mengumpulkan dan memberi makanan kepada Kebo Iwa. Banyak sekali makanan yang mereka berikan. Kebo Iwa dengan lahap memakan makanan-makanan tersebut.
Karena letih dan sangat kenyang, akhirnya Kebo Iwa tertidur. Dia tertidur dengan suara dengkuran yang keras. Melihat keadaan demikian, akhirnya kepala desa memerintahkan warganya untuk melemparkan batu-batu kapur itu ke arah Kebo Iwa yang tengah tertidur lelap. Kebo Iwa tidak menyadari kejadian warga yang melemparinya dengan batu-batu kapur itu. Air yang memancar dari dasar mata air terus keluar deras, sementara batu-batu kapur itu semakin lama semakin banyak dilempari ke arah Kebo Iwa. Hidung Kebo Iwa dimasuki oleh salah satu batu kapur yang dilempari warga. Dengan kejadian tersebut, Kebo Iwa menjadi tersedak. Dia terbangun. Namun apalah daya, meskipun Kebo Iwa memiliki kekuatan yang besar, dia tidak mampu menanggulangi air yang keluar serta batu-batu kapur yang menghujani tubuhnya. Kebo Iwa akhirnya tewas tertimbun bebatuan kapur.
Air yang memancar dari tanah tersebut terus ke luar, membanjiri tanah desa tersebut. Sehingga munculah danau yang sangat besar. Danau tersebut akhirnya diberi nama Danau Batur. Gundukan tanah hasil penggalian sumur oleh kebo Iwa itu akhirnya menjadi sebuah gunung. Gunung itu diberi nama Gunung Batur.
Demikianlah cerita rakyat dari Bali yang berjudul Kebo Iwa. Hikmah cerita yang dapat diambil adalah keserakahan dan kejahatan Kebo Iwa akibat merusak rumah warga akhirnya mendapatkan balasan, yaitu tenggelamnya Kebo Iwa di dalam sumur yang akhirnya menjadi danau tersebut.
Cerita Rakyat Bali lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar